#Harapan
Menjelang
fajar, udara di kota ini terasa begitu sejuk, semilir angin membelai pelan
dedaunan yang tumbuh di sepanjang jalan ini. Ruas jalan masih tampak lengang, namun
geliat kota ini mulai terlihat, bahkan sebelum terdengar lantunan suara merdu
adzan. Atau mungkin mereka baru saja pulang, ah, wajar saja, karena memang
geliat kota ini tidak pernah padam. Akan selalu ada kehidupan dalam putaran
waktu selama 24 jam sehari penuh.
Ku
ceritakan kepadamu, jika aku semakin suka dengan suasana ketika fajar menyapa,
terlebih ketika terlihat awan menggantung di cakrawala, diselimuti kabut tipis yang
–hei-, itu sangat romantis. Atau kemarin sore, bukankah ada pelangi melingkar
di atas sana, ketika warna jingga di ufuk barat berpadu dengan warna lembayung
di sebelah timur, begitu menenangkan bukan?
…
Aroma
secangkir espresso menyeruak penciuman, membuka mata yang mulai berat menahan
kantuk, tengah malam, ketika sebagian orang terlelap menarik selimut, meringkuk
nyaman dalam hangatnya selimut hidup. Ahh, kau lihat, bahkan ada bagian yang
terlewat dari mereka yang tertidur nyaman, ditemani oleh mimpi-mimpi indah, dan
aku, masih berada di depan layar 14 inci ini, masih merajut sisa harapan yang
dipandang tak lebih dari sekedar angin lalu.
Beberapa
waktu lalu, ada bagian yang kau singkap, tentang tabir di masa lalu. Kau buka
lembaran demi lembaran kisahku, kau cari tahu tentang diriku di waktu itu, dan
bisa dipastikan, kau akan menemukan banyak rahasia yang sungguh, kau tak akan
pernah menyukai itu.
Dari
latar belakang yang kelam, aku berjalan menuju ke arah jalan terang, jalan yang
disinari oleh harapan. Tentang masa depan, ya masa depan. Kau tengok ke
belakang, kisahku, tentu berliku. Atau mungking kau akan segera sadar, jika
aku, tidak sebaik yang terlihat –sekarang- tapi, percayalah, aku sungguh ingin
berjalan di antara masa keemasan, menggenggam harapan yang sempat terlepaskan.
Aku
tentu masih ingat, ketika suatu petang kau berujar tentang harapan yang kau
sandarkan kepadaku, atau cerita tentang ketidaksukaan orang-orang terdekatmu
tentangku, aku, hanya tersenyum sembari berujar pelan.
“Sayang,
ini hanya permulaan, tentang jalan panjang yang berliku. Masih akan ada banyak
halangan di depan, bukan melulu soal perasaan. Tetapi, juga tentang ujian,
untuk kita bisa mengucap kata rela,” ujarku.
Kau
menatap sayu, aku bisa menangkap rona harapan di mata itu, dan begitu ku
genggam jemarimu, ada kekuatan yang kemudian mampu ku terjemahkan ke dalam
kalimat-kalimat ini. Percayalah, akan tiba waktunya, ketika semua orang melihat
kita, dengan tawa bangga menghiasi wajahnya, bukan tawa yang meremehkan atau
menggunjing, tidak sekarang, tapi nanti. Percayalah.
Kita
berbincang banyak hal, tentang sesuatu yang tidak penting. Tapi, ku lihat, ku rasakan,
terkadang, untuk menjadikan momen itu penting, tidak melulu membutuhkan suasana
yang spesial, karena, kita akan selalu menjadikan hari-hari itu lebih istimewa.
Hari
telah berganti, sementara aku, masih terpaku di sini. Menanti sapa pertama
mentari pagi ini, seperti halnya aku, yang akan selalu menanti genggaman
harapan yang kian erat memelukku. Secangkir kopi ini masih tersisa beberapa
teguk lagi, masih bisa ku rasakan setiap teguk rasa pahitnya. Kita pernah
mendengar ungkapan tentang esensi kopi, “Senikmat-nikmatnya kopi, tentu masih
menyisakan rasa pahit di antara rasa yang istimewa” lantas kita percayai hal
itu, dan seindah-indahnya hidup, tentu akan ada beberapa tetes rasa pahit yang
dirasakan.
Dan
ku berikan nasihat kepadamu, kepada kita, kepada diriku sendiri, bahwa semua
hal itu akan selalu bisa dimaknai, tak peduli tentang rasa yang diteguk, karena
sungguh, kita semua tentu menginginkan perbaikan di dalam diri ini. Masa lalu
seseorang bisa kelam, tapi, siapa yang tahu masa depan seseorang?
Kita
hanya perlu bijak menyikapi hal ini. Tentang harapan si penggenggam hujan,
tentang impian si pelukis langit, tentang semua hal. Ini mungkin hanya sebuah
langkah kecil, tetapi, untuk bergerak, kita tidak perlu berlari, ya, kita hanya
perlu beranjak berdiri dan melangkah, sekecil apa pun langkah itu, akan sangat
berarti, lima jengkah dari tempat semula, itu tetap sebuah langkah. Antara aku,
kamu, dan pengagum ‘kita’..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar