Tampilkan postingan dengan label Roman. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Roman. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Mei 2014

Senandung Itu, Bernada Penyesalan

illahi lastu lilfirdausi ahla, walaa aqwa 'ala naari jahiimi Fahabi taubatan waghfir dzunubi, fainaka ghafirudz- dzanbil 'adzimi... -potongan lirik senandung Abu Nawas- Alunan lirik bernada doa itu mengalun perlahan, sebuah pengakuan akan dosa-dosa yang telah di perbuat. Mengiris hati, menggetarkan nurani. Senandung itu seperti menghempaskanku kedalam sebuah jurang penyesalan. Aku luluh dalam sepersekian menit, persedianku lemas. Tak berdaya di hadapan-Nya. Entah mengapa, pagi ini aku menjadi begitu relegius. Setiap hentakan nada dalam nadiku seperti mengingatkan akan semua kesalahan...
Read More




Minggu, 11 Mei 2014

Siluet, Latar Indah yang Mempesona

Siluet itu, terlihat indah meski objek yang di tangkap oleh jepretan kamera/mata hanya gelap. Ada latar indah di belakangnya. Ada pesona dan keindahan dibalik kegelapan yang terlihat. Sejenak kaki berdiri menikmati pertunjukan alam, menari bersama indahnya kenangan masa lalu. Menikmati secangkir teh manis diantara semburat wajah mentari yang menjingga. Tersenyum, diantara rimbunnya dedaunan pekarangan rumah. Sehijau masa depan yang penuh dengan asa. Sesegar embun pagi diantara kicauan merdu burung-burung liar yang terbang bebas. Hinggap dari satu pohon ke pohon berikutnya. Mencari...
Read More




Kamis, 08 Mei 2014

Rahasia, tetap diam tak berucap

Terik ini kurasa begitu membakar tubuhku yang kian melemah. Kian renta karena usia. Energiku seolah habis terserap berbagai masalah yang tak pernah merasa lelah menggempur. Yang bisa dilakukan hanya mencoba bertahan, diam membatu. Mencoba kuat meski sesaat. Hanya saja, aku tersadar setelah sekian lama. Tak seharusnya energi ini ku habiskan pada saat ini. Sementara aku tak tahu sampai kapan kehidupan ini berlanjut. Ada baiknya jika sedikit ku sisakan energi ini untuk kembali melanjutkan perjalanan yang tak tahu dimana kan berujung. Sembari bertahan, ada baiknya kembali mengumpulkan...
Read More




Rabu, 07 Mei 2014

Angin berhembus, pelan bercabang

Angin berhembus, pelan bercabang. Menyelinap diantara lintasan yang membentang. Lagu itu, untuk kesekian kali terdengar merdu. Kesekian kalinya lagu itu di nyanyikan oleh sentuhan lirih angin yang bercabang. Dedaunan, satu persatu jatuh ke tanah yang basah. Dedaunan yang berwarna kering, tak kuasa bertahan diantara cabang dahan, bahkan selembut apapun angin membelainya ia akan jatuh perlahan, hanya menunggu waktu. Melayang-layang sebelum terhempas bebas menghantam tanah basah. Dedaunan itu gugur, tanpa ada yang bisa menahannya . Angin berhembus pelan, menerbangkan debu-debu halus...
Read More




Berjalan itu hanya melangkah, tak perlu tegap, tak perlu cepat.

Pernah suatu ketika, waktu itu senja begitu berbeda meskipun tampak sama. Namun entah kenapa senja itu tidak setenang biasanya, ada rona kecewa yang terlihat dari cahaya jingganya, ada setitik nila diantara pesonanya. Tak sadar ketika petang hendak menikam, ia masih berada diantara rasa kecewa yang membungkam. Lalu kegelapan benar-benar menghunus ribuah tusukan tajam tepat ke jantungnya, tanpa bisa mengelak ia terjebak. Tanpa bisa merasa, ia binasa. Seketika. Isak tangis rembulan mengiringi kepergian cahaya senja, digantingan dengan lentera rembulan yang menenangkan. Namun rembulan...
Read More




Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML