Pernah
suatu ketika, waktu itu senja begitu berbeda meskipun tampak sama. Namun entah
kenapa senja itu tidak setenang biasanya, ada rona kecewa yang terlihat dari
cahaya jingganya, ada setitik nila diantara pesonanya. Tak sadar ketika petang
hendak menikam, ia masih berada diantara rasa kecewa yang membungkam.
Lalu kegelapan
benar-benar menghunus ribuah tusukan tajam tepat ke jantungnya, tanpa bisa
mengelak ia terjebak. Tanpa bisa merasa, ia binasa. Seketika.
Isak tangis
rembulan mengiringi kepergian cahaya senja, digantingan dengan lentera rembulan
yang menenangkan. Namun rembulan tentu berbeda dengan senja. Rembulan, begitu
menenangkan bukan, seperti yang kita lihat seperti sebelumnya, terlebih ketika
purnama tiba, satu lingkaran penuh menghiasi angkasa yang gulita. namun tak
bisa terelakkan meskipun cahayanya terkadang menenangkan sepanjang malam, ada
hawa dingin yang tersirat, terkadang tanpa isyarat. Terkadang senandungnya
begitu menyayat.
Ketenangan
malam benar-benar mengaburkan tentang semua senandung purnama yang menyayat,
bahkan ketenangan malam mampu mengantarkan jutaan mantera kepada yang penguasa
alam raya, berupa lirik-lirik simphoni lantunan doa.
Bagaimana
dengan senja? Meskipun singkat tapi cahayanya selalu menghangatkan, walau pada
kenyataannya terkadang mata menjadi sangat silau jika langsung memandangnya dan
beberapa detik kemudian pandangan menjadi hitam berbayang.
Siapa
yang menyangkal hangat pelukannya? Siapa yang tidak menyukainya? Terlebih jika
ia terlihat setengah melingkar diantara bentangan samudera dengan balutan warna
biru yang menyentuh qalbu. Bukankah menjadi bertambah ke-eksotis-annya?
Keindahan
di ciptakan memang untuk dirasakan, untuk selalu di syukuri keberadaannya. Mengenai
rasa? Usah berkeluh kesah karenanya, sebuah rasa juga merupakan keindahan yang diciptakan
sang penguasa jagat raya ini untuk menyentuh hati kita. Sekeras apapun hati
seseorang, maka ia akan luluh dan bertekuk lutut di hadapan sebuah rasa.
Berjalan
itu hanya melangkah, tak perlu tegap, tak perlu cepat. Karena cepat atau lambat
itu hanya masalah waktu, intinya semuanya akan bergeser (bukan berarti tanpa tujuan). Berpindah dari satu
titik ke titik berikutnya.
Dan
itulah yang harus dilakukan (semua orang). Melangkah menggunakan lengan pun bisa
di lakukan, karena papun alasnya, kita masih tetap berjalan di bumi ini. Tidak perlu
menjadi istimewa untuk melakukan semuanya, menjadi biasapun bisa saja. Tidak perlu
elegan, hanya butuh kesederhanaan yang dilandasi dengan kesabaran dan keteguhan
hati, bahwa itu bisa terlewati. Bergerak itu hanya beranjak, tak perlu bimbang
terlebih ragu.
Melampaui
langkah sebelumnya? Harus seperti itu? Tentu saja (pendapatku). Hanya dengan
hal itu sebuah pencapaian atau pencarian sebuah esensi (tentang apapun) akan di
dapatkan. Dan setelah melampaui/melaluinya esensi itu akan di dapatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar