Malam yang selalu dingin, dengan
semua kisah yang kelam. Tentang pengkhianatan dari sebuah tindakan. Tentang opini,
tentang pendapat, tentang usulan, semuanya hanya kiasan, sebuah topeng yang di
kenakan secara permanen.
Syahdu, ketika malam ini semua
cahaya terlihat redup karena kabut. Perlahan-lahan kabut itu mulai menutupi
sebagian permukaan bumi, menyelimuti setiap tubuh makhluk yang hidup di tempat
ini. Menyamarkan kekhawatiran dan kegetiran karena nurani yang terbelenggu.
Kelelahan perlahan menghampiriku, menghampiri kami. Ironi
yang selalu bersenandung merdu, berpadu dengan suara-suara sumbang dari
seberang. Tak mengerti apa yang dilakukan, tak memahami apa yang di kerjakan,
maka sebuah tindakan hanya akan menjadi sebuah asumsi berkepanjangan tanpa
menghasilkan solusi yang pasti.
Lalu, bertindak dan mengambil
langkah setapak demi setapak, meraba akan jalan yang akan di tempuh, sesekali
berpegangan kepada sebuah kepercayaan akan sebuah harapan dan impian. Sesekali terjatuh
karena tersandung sebuah masalah, terbaring karena lelah, dan terkadang
menangis diantara renyahnya tawa. Semua itu menjadi sebuah senandung yang akan
terus terdengar di sepanjang sisa umur ini.
Membuka hati, menata nurani yang
berserakan, mencari arti cinta dan keinginan untuk tetap berjalan. Adalah sebuah
langkah yang harus di tempuh. Bersikap apatis terhadap setiap kejadian yang
terjadi di sekeliling kita bukanlah hal yang bijak, dan pada suatu masa secara
perlahan dan suatu saat kita akan merasakan indahnya sebuah tangis, percayalah.
Aku masih ada di jalan ini, mencoba
menata kembali semua harapan yang sempat berserakan, mencoba untuk tetap
konsisten terhadap sebuah tujuan. Meski penolakan dan cibiran mulai terdengar
seperti nyanyian ketika pesta berlangsung. Entah sampai kapan kaki ini berhenti
melangkah dan terhenti di suatu titik. Entah sampai kapan, semua harapan dan
impian itu akan tetap berada di sanubari. Yang ku tahu, hingga saat ini aku
masih memilikinya, dan akan terus memilikinya hingga nanti.
…
Sayang, malam telah berganti menjadi
pagi. Sesaat lagi mentari kan menyapa kita. Masihkah kau berada di sisiku,
masihkah kau kan bertahan dengan keadaan ini?
Dan ketika siang menjelang, mentari
pasti kan bakar semua isi bumi, dan perlahan akan menjadi kering. Akankah kau bias
menjadi oase diantara teriknya mentari yang membakar bumi, membakarku?
Lalu ketika hujan turun dengan derasnya, hingga
menghempaskan semua yang ada, akankah kau berada di sampingku, memberikan
pelukan hangat dan rasa tenang?
Kecemasan akan selalu ada, ketakukan
akan selalu menjelma menjadi sosok yang begitu kejam, akankah kau bersedia
mengulurkan tangan dan kembali membangkitkan aku ketika terseok-seok dalam
menjalani semuanya?
Dan pada pertengahan malam ini, aku
kembali didatangi oleh ribuan pertanyaan tentang semua ini..
…
Selamat pagi sayang…