Awal itu
akan datang dengan sendirinya, awal itu akan menyapa kita ketika kita tidak
pernah berhenti untuk tetap berusaha menggapai apa yang di inginkan. Mencoba mendapatkan
sesuatu yang lebih baik, tentu harus pula dilakukan dengan cara yang lebih baik
dari sebelumnya. Jika kemarin ku katakana kepada gelombang, sekarang aku
berbisik kepada sang angin, agar sampai di puncak tertinggi diantara pegunungan
yang tinggi menjulang.
Terkadang
harus menjadi karang, menahan setiap terjangan masalah yang melelahkan, mencoba
berdamai dengan rasa takut, mencoba berspekulasi, karena semua ini hanyalah
sebuah perjudian, dan memang betul semua ini juga hanya permainan, namun pada
dasarnya setiap dari kita tidak ada yang mau di permainkan, karena memang kita
bukanlah mainan yang jika mulai usang akan segera di gantikan. Namun, semua itu
tergantung bagaimana kita mengambil posisi.
Kini,
aku kembali bercengkrama dengan rasa dingin hawa pegunungan, plus dengan
kebisingan dari setiap bisikan keinginan yang selalu mendera, berdetak seirama
dengan degup jantung, mengalir di setiap pembuluh darah. Aku kembali berambisi, aku kembali merangkai
mimpi. Mencoba merajut asa dari sisa-sisa kemungkinan yang ada. Dari setiap
kemungkinan itu akan selalu ada cara untuk mewujudkannya, dalam setiap fase
hidup tentu tidak selalu monoton, akan selalu ada cerita menarik didalam setiap
kisah yang hendak di tuliskan.
Kemarin,
untuk pertama kalinya setelah kejadian yang begitu menyesakkan, aku bisa
melihat teduhnya siraman hujan dimalam yang kelam. Aku bisa merasakan kesejukan
yang kemudian seperti membekukan perasaan. Hingga aku berjalan diantara rintik
hujan itu, terlalu singkat bagiku untuk menikmati perjalanan yang entah apakah
kuinginkan, karena semuanya mengalir begitu saja. Dengan mudah aku bisa
bercengkrama dengannya, melupakan setiap kejadian dimasa lalu, merangkai
harapan di masa yang akan datang.
Memang,
sedikitnya aku tidak begitu berharap hujan akan kembali mengisi cangkir kosong
yang telah berkarat itu, selebihnya aku lebih menikmati siraman semburat jingga
di atas sana. Sepertinya ia lebih mengerti tentang arti sebuah keindahan, namun
sekali lagi ku jelaskan. Aku selalu menyukai hujan, seperti aku selalu menunggu
senja dan rembulan ketika malam datang.
Semua
ada kadarnya, dan ketika aku bisa berlari menembus kabut diatara malam yang
pekat, aku menemukan setitik cahaya di belakang yang menunjukkan jalanku di
depan. Aku bisa melangkah tenang ketika kegelapan malam membuat risauku
berlipat-lipat dan semakin kuat dari sebelumnya, ya aku belum bisa berdamai
dengan gelap.
Masih ku
lihat betapa memang aku selalu terpesona dengan perangkap yang memiliki wajah
sendu itu. Bahkan di dalam sujudku selalu ku sebutkan setitik tanda diantara
namanya, meskipun hanya setitik, tapi setidaknya aku percaya, tanda baca itu
akan selalu bisa memberikan makna.
Langkahku
masih akan terus menyusuri jalan ini, jalan yang memang serba tidak pasti. Karena
yang ku tahu kepastian itu hanya satu hal, mati. Dan sebelum catatan itu
tertutup rapat diantara malam yang gelap, aku akan berjalan sembari menikmati
indahnya semburat jingga di atas sana, menikmati pesona rembulan yang di dampingi
bintang gemintang, atau berdiri di bawah siraman hujan. Aku akan menikmati
setiap prosesnya, hingga nanti benar-benar ku temukan dimana kaki ini akan
berhenti.
Awal ini
memang bukanlah awal yang murni, karena sebelumnya aku sudah mengawali dengan
langkah yang berbeda. Awal serupa yang akan terus terjadi dan akan terus
dijalani, ketika anganku kembali mengajak berdansa tentang indahnya negeri yang
belum ku tahu dimana letaknya, aku selalu mampu tertawa menatap ketidakpastian
itu.
Sederhana
saja, semua proses mamang harus dijalani. Mengeluh, sesekali mungkin bisa
dilakukan. Namun, jika dilakukan berulang-ulang, itu hanya akan menimbulkan
sebuah tekanan yang akan terus menekan dan lambat laun bukan mustahil ia akan
merubuhkan jembatan yang kita bangun dari sisa-sisa perjuangan dan
kepingan-kepingan rasa sakit.
Jika kau
memutuskan untuk berhenti menatapnya, maka aku akan terus menatapnya, karena
memang tatapan kita tidak akan selalu sama, namun seperti yang kau kira. Aku selalu
memiliki firasat yang begitu kuat mengenai ketidakpastian ini. Satu persatu
semuanya tergambar begitu jelas, hingga akhirnya suatu saat nanti kisahku ini akan
ku jadikan dongeng sebagai pengantar tidurmu, seperti biasa.