Selasa, 17 Juni 2014

Harmoni


Rembulan kembali bersinar terang, cahaya melingkar sempurna, bintang gemintang berjajar diantara angkasa yang kelam, tersenyum menyapa diantara kelembutan sang malam, sementara itu gemuruh suara gelombang memecah keheningan, semilir angin berhembus kencang. Aku, kembali menatap biru yang luas. Kembali merasakan belaian angin yang menjadi dingin, merasakan kembali harmoni yang menyatu dengan hati, kembali bersenandung dengan suara deburan ombak, kembali menyapa mentari yang menepi. Kembali merasakan hangat belaian jingga sang senja.
            Perjalanan  ini membawaku pada sebuah tempat yang selalu ramah menyapa, rasa gundah dan gelisah bukanlah perkara yang harus selalu membuat langkah goyah. Tidakkah gelombang itu akan selalu menyambangi sang pasir? kembali menderu, kembali berseru. Berirama. Seperti ajakan untuk kembali berpacu, berlari menjauh dari masa silam, namun begitu dekat dengan masa depan. Aku selalu bisa menadapatkan ketenganan, meski dengan cara yang berbeda.
            Masa itu begitu jauh membawa langkahku berpijak, menjauh kembali bergeser dari tempat dimana semua kenangan itu begitu hidup. Hidup di dalam setiap detak jantung dan helaan nafas. Begitu hangat seperti ketika senja kembali menyapa diantara birunya cakrawala, seperti luasnya samudera yang mengharu biru, seperti sapa sang camar dikala petang menjelang. Seperti semilir angin yang selalu berhembus, membelai tubuh yang mulai lelah.
            Kerlipan perahu nelayan terlihat bagai bintang yang mengapung di lautan, sesaat terlihat, sesaat menghilang, timbul tenggelam diantara gelombang yang menggulung. Aku ingin bercerita pada senja, meski hanya sesaat ia menyapa. Aku ingin berbicara denganmu melalui semilir angin meski tidak kau dengar, namun ku yakin angin akan membisikkan berjuta Bahasa yang bisa dimengerti oleh hati.
            Bukankah kita berpijak di bumi yang sama, menatap angksa yang sama, merasakan hangatnya senja yang sama, menikmati keheningan malam yang sama. Dan kita masih akan terus bersama-sama meski dalam Bahasa harfiah tidak sedang bersama. Detak jantung ini akan terus berirama sama, hanya mungkin sesekali saja berdetak lebih cepat dari sebelumnya, atau melambat dari semestinya.
            Pada suatu malam, ketika keheningan dipecahkah oleh suara gelombang, aku mencoba untuk melangkah diantara gelap yang semakin pekat. Meraba setiap jalan yang tidak terlihat, berjalan menembus kegelapan, berjalan pelan kearah cahaya, berjalan pelan kearah yang sama, denganmu. Tidak ku hiraukan duri-duri dan bebatuan tajam itu menggores telapak kakiku, karena masih bisa ku gunakan untuk tetap berjalan meski perih tertahan. Sedetikpun tidak ku hiraukan terpaan angin yang semakin dingin, merobek pori-pori kulitku, menembus dan menusuk hingga ke tulang, membuat ngilu sekujur tubuh. Aku tetap melangkah meski menggigil menahan dingin.
            Khayalku menuntun kearah semak belukar, uraian masalah yang tidak pernah benar-benar terurai. Sesekali membelit dan menjerat langkah, menahan laju langkah yang tidak bisa berlari, goresan ialalang terkadang membuat kulitku terasa perih. Namun, goresan luka di tubuh itu mengajarkan aku bahwa setiap masalah tentu akan meninggalkan bekas.
            Pada malam-malam selanjutnya, aku masih akan berkisah tentang indahnya tepi pantai, bersenda gurau dengan gelombang, melihat camar bercumbu diantara hempasan gelombang yang menggulung karang. Menyaksikan kepiting berjalan miring, bergerak cepat, lalu menghilang dengan gelombang yang menyambut perlahan.
            Akan kembali ku tuliskan berbagai aksara yang diterjemahkan dalam Bahasa gelombang, akan ku bacakan kembali kisah-kisah yang tidak bisa kau mengerti dengan Bahasa nuranimu, akan ku perjelas dengan bait-bait puisi yang sengaja kutuliskan agar kau tak kesepian ketika malam menjelang.
            Akan kembali ku ingatkan kau tentang malam yang panjang, malam yang selalu kita lalui bersama, menghabiskan cerita dibawah cahaya rembulan, sembari ku genggam jemarimu, sembari ku cium aroma tubuhmu, agar selalu bisa kuingat dan kurasakan ketika jemarimu perlahan terlepas, atau aroma tubuhmu mulai menghilang di bawa oleh hembusan angin, aku akan mengingatnya sekarang untuk hari yang akan datang.

            Jika masih bisa kau rasa, jemariku masih bisa menggenggam erat jemarimu. Atau kau masih bisa dengarkan setiap detak jantungku ketika tubuhku memeluk erat tubuhmu, dan kau masih akan mendengarkan detak yang sama pada setiap detak jantungmu. Kuingat kau sekarang untuk dihari yang akan datang, agar serasi dengan harmoni, agar selaras dengan simphoni, agar sama dengan naluri, agar senada dengan nurani. 
Read More




Orion


Langit itu selalu bisa membuatmu terkesima, baik siang ataupun malam. Bahkan ketika malam kau akan melihat warna yang lebih banyak, akan ada banyak pesona yang bisa membuatmu berdecak kagum ketika menyaksikan jajaran rasi bintang, melihat rembulan bercadar awan tipis, ada biru pekat yang terhampar luas, akan ada banyak cerita diantara warnanya yang gelap. Akan ada banyak kisah meski hanya gelap yang bisa terlihat.
Seperti orion yang selalu mengarah ke utara,  ia menjadi petunjuk arah bagi nelayan di samudera, ia akan selalu berada di tempat yang sama. seperti itulah seorang sahabat memberitahuku, seorang sahabat yang dulu pernah mengisi hari-hariku. Kini, aku berbagi cerita dengannya lebih berwarna, tanpa harus merasa takut kehilangan, karena seorang sahabat tidaklah pernah hilang, meski jarak membentang ratusan kilometer. Dan seperti orion ia akan selalu ada, tidak akan berpindah tempat, akan selalu menunjukkan arah yang tepat.
Tapi aku bukanlah orion untuknya, aku hanya nelayan yang selalu berpindah tempat mencari ikan yang juga selalu bergerak. dan aku akan selalu bergerak, sesekali melepas jangkar, sesekali berlabuh, sesekali berlayar begitu jauh, sesekali kembali. Dan akan selalu seperti itu. Orion itu selalu berpijar meski redup, ia akan selalu memberikan isyarat jika laju perahuku terlalu jauh tersesat, ia akan selalu mengingatkan kemana aku harus kembali. Namun, aku tahu. Aku tidak akan pernah menggenggamnya, karena jemariku terlalu kuat mencengkram kemudi kapal.
ia akan selalu memposisikan dirinya seperti itu, meski ku tahu tidak sedikitpun ia meminta balasan dari apa yang diberikan, namun pantaskah aku kembali berlayar dan selalu melihat kearahnya jika tersesat? Hanya menjadikannya hiasan diantara malam-malamku yang hening.
Api itu tampak romantis, menyala diantara suara ombak dan semilir angin. Tidak terlalu besar, namun cukup menghangatkan. Berbincang dengan orang-orang baru, obrolan yang tidak pernah padam seperti api yang selalu ku jaga perlahan. Akan selalu ada topikku kembali membuka wacana, selalu ku Tanya walau ku tahu apa yang di maksudkan, berusaha selalu menyambung obrolan yang akan segera terpotong karena pembahasan berkurang. Akan selalu ada gelak tawa dari canda yang tak terlalu lucu. Bersandiwara diantara realita, terkadang memang harus kulakukan seperti itu. Berulang-ulang, hingga benar-benar habis pokok pembahasan.
Sepotong kepiting tanpa daging itu kulahap dengan sangat antusias, kembali selalu bertanya hal yang sama, kembali bercerita tentang topik yang tidak benar-benar berbeda, hanya ku putarkan saja alurnya, agar tak monoton ketika bercerita. Hal yang sama itu akan berbeda jika di putar terbalik, arusnya akan menarik semakin jauh kedalam jika kita tidak bisa melawan atau sekedar bertahan.
Jika orion akan selaras dengan arah mata angin, maka aku akan bergerak melawan, mencoba kembali berlayar, menarik jangkar dan mengarungi lautan, menuju sebuah tempat yang belum ku ketahui dimana daratannya. Dan jikapun pada akhirnya harus kembali, aku akan melihat ke angkasa, karena ia akan selalu sama, ditempatnya. Menunjukkan jalan untukku kembali pulang.
Kebimbangan kembali menyapaku, kembali mengeja kata-kata yang belum tuntas ku baca tulisannya. Ia kembali mendikte langkahku, pilihan memang selalu bisa memberikan secarik catatan baru, tidak tahu apa yang akan terjadi, dan disanalah letak petualangannya. Disanalah cerita baru akan kembali di torehkan dalam setiap detail langkah kaki yang menyusuri jalanan setapak berbatu.


Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML