Rabu, 01 Oktober 2014

Resonansi (Cerita Tentang Wanitaku, Rintik Senja)

#Bagian 1


Mentari kembali menyapa.
Kesadaranku masih belum benar-benar pulih ketika mentari mulai meninggi, sinar hangatnya mulai memeluk semesta. Keheningan yang sedari subuh terjaga, kini mulai terlihat ramai seketika.

Terdengar kicau burung kacamata mencicit perlahan, bercengkrama berpasang-pasangan, hinggap dari satu dahan ke dahan berikutnya, menggoyang-goyangkan dedaunan yang terlihat hijau. Bulir sisa embun yang mencair perlahan menetes, kilauannya terlihat seperti berlian ketika tertampar sinar mentari pagi. Udaranya masih terasa begitu segar, suasananya masih begitu asri, jika dilihat dari sini.

Sementara di tempat yang tidak begitu jauh, ada beberapa kupu-kupu berwarna dominan hitam dengan corak kuning dan biru muda hinggap dari satu tangkai bunga rumput ke bunga lainnya, begitu juga dengan kumbang yang masih asyik hinggap dari satu tangkai bunga ke tangkai bunga lainnya, dan jika mendekat, kita akan mendengar suara dengung dari sayapnya. Mereka sedang mengerjakan proses pembenihan alami, yang agak sulit ku mengerti, tetepi itulah harmoni. Mengalir perlahan, mengalun tenang, memberikan makna tentang keserasian dan keseimbangan.

Sepetak tanah halaman belakang tempat ini, menjadi satu-satunya pemandangan alami. Menjadi satu-satunya pemandangan yang berbeda. Masih ada ilalang, rumput liar, binatang melata dan berbagai serangga yang menggantungkan hidupnya dari sepetak tanah yang tak terpakai. Terkepung oleh tingginya gedung dan rapatnya perumahan warga kampung. Sepetak tanah ini juga menjadi lahan bermain bagi sebagian orang, dan aku adalah salah satu orang yang menggunakan sepetak tanah kosong tak terpakai ini menjadi tempat bermain.

Baru satu jam lalu aku memejamkan mata, mencoba berdamai dengan warna gelap malam. Mencoba merasakan pelukan dingin yang menenangkan di antara warna pekatnya. Tapi, seperti hari-hari yang lalu di tempat ini, atau lebih tepatnya rutinitas yang ku lakukan beberapa tahun lalu bersama rekan dan sahabat. Sebuah ritual yang wajib dilakukan untuk menyambut mentari dan mahasiswi. 

Dan kami pun mulai beraksi, tebar pesona ala anak Mapala yang punya segunung pesona, saatnya melebarkan sayap!. Tapi sayang, kebanyakan dari kami masih saja tetap sendiri, jomblo dari bayi, dan itu takdir yang harus disyukuri. Alhamdulillah ya Rabb, setidaknya hamba-hambamu ini masih bisa menyaksikan keindahan ciptaanmu dari seberang sini, meski harus dibatasi jendela dan gedung tinggi. Mengenaskan!

Lalu, kami akan berjejer rapih, membuka baju dan membelakangi jendela kelas, dengan rambut yang menjuntai panjang sepinggang. Sekilas dari kejauhan, kami terlihat cantik, terlebih rambut ikalku yang jika panjang tampak menggemaskan (kata sebagian orang).

Dan kini aku merasa rindu saat-saat itu. Maka ku putuskan sejenak untuk menikmati belaian lembut angin gunung dan pelukan hangat mentari pagi, hanya saja kini rambutku tak sepanjang waktu itu.

Sementara hangatnya mentari pagi mulai pulihkan kesadaranku, aku mencoba menghubungkan kisah menjadi sebuah cerita yang bisa dibaca. Mencoba meracik dengan berbagai gaya bahasa, alur yang berbeda, mencoba membuatnya menjadi indah. Ku tarik kejadian dari kemarin menjadi satu garis yang akan ku tuangkan ke dalam sebuah cerita. Mungkin akan ku buat fiksi, atau mungkin juga akan ku rangkai dengan realitanya. Bagiku, baik fiksi atau nyata tak jauh berbeda, keduanya tetap indah, setidaknya aku masih bisa menggunakan keduanya di dalam setiap kisah yang ku tulis.

Beberapa hari yang lalu, penantianku terjawab dengan begitu indah. Tak ada yang lebih indah selain mendapatkan apa yang diinginkan bukan? Meski terkadang apa yang diinginkan belum tentu baik, tapi setidaknya itu bisa menjadi pelipur rasa rindu yang menggebu, dan dengan itu aku bisa menghibur diri, melalui coretan-coreatan di layar monitor ini dengan menggunakan berbagai kosa kata dan gaya bahasa.

Aku hampir lupa dengan rengekan manja itu, aku hampir lupa dengan cerita indah yang sempat tersambung menjadi sebuah alur nyata dalam bagian hidup di dunia. Tapi, aku tak pernah lupa untuk selalu menuliskan kata-kata yang ku anggap indah itu, pada setiap pesan yang ku tinggalkan melalui email atau pesan di jejaring sosial. Masa bodoh tentang jawaban, tapi ku tahu, dia membacanya. Dan aku begitu yakin dia akan menyukainya.

Sesaat anganku kembali mencoba menggali sisa-sisa memori yang sempat teralihkan oleh rutinitas, sejengkal demi sejengkal aku memasuki kenangan itu, mengais dari sisa-sisa puing yang sempat berserakan beberapa waktu lalu, mencoba kembali mencari-cari bagian yang hilang, dan berusaha menyusun kembali rangkaian rantai kenangan itu, mencoba membangun jembatan dari masa sekarang ke masa lalu melalui ingatan.

Masih ada senyum itu menyapa, masih ada rengekan manja itu menggoda, masih ada rasa hangat peluknya ketika senja menyapa, masih terasa kuat jemarinya mencengkram ketika hujan mulai turun. Dan semua itu kembali ku temukan dalam tumpukan kenangan masa silam, yang perlahan mulai kembali jelas terlihat, kembali jelas teringat.

Aku akan bercerita tentangnya, dia akan selalu menjadi wanitaku, setidaknya untuk saat ini, karena aku tak tahu di kemudian hari apakah kisah dan rasanya masih sama, lalu harapanku menyeruak ke luar, menembus sisa-sisa kabut yang masih memeluk pegunungan di depanku, tipis, syahdu, mempesona, indah. Dan aku berharap akan selalu seperti itu untuk kisah-kisah selanjutnya, tentang kekagumanku dengan pesona jingga warna senja yang menggoda, serta damainya rintik hujan yang menyapa diantara hawa dingin. Ku ceritakan tentang dia, Rintik Senja.

Sekilas ku gambarkan tentang rupanya. Ia memiliki alis yang begitu menawan, aku selalu suka menyentuhnya, membelainya, itu hanya ku lakukan ketika ia tidur. Sebab, ia akan langsung memajukan bibirnya sampai lima centimeter jika ku lakukan ketika ia sedang sadar, pertanda protes karena ia tidak suka itu. Dan ia akan berteriak:"Kakakkk!! Udah!." dan seperti kataku, bibirnya bisa dikepang jika sudah seperti itu.

Bibirnya agak sedikit tebal, jika kau pernah lihat aktris Hollywood yang memerankan peran penting dalam setiap filmnya, dan menjadi idola bagi kaum pria. Nah ku katakan kepadamu, ya aktris itu Angelia Jolie. Ku katakan dia miliki bibir sepertinya, sexy kataku, tapi dia selalu menganggap itu hal yang aneh. Tapi benar, aku suka itu, terlebih hidungnya yang mungil dan mancung, aku lebih suka lagi. 

Tatapan matanya, aku agak sedikit bergidik jika melihatnya. Tak pernah mampu menatapnya lebih dari lima detik, ia memiliki tatapan mata yang tajam, menggoda bahkan, ia bisa membutakan mata setiap lelaki, oleh karena itu aku enggan menatapnya berlama-lama. 

Namun, terkadang dari tatapannya, ada seberkas semburat kepedihan di antara sorotan mata bahagia dan cerianya. Ada kelembutan seorang wanita di balik semua itu, tatapan tajam itu hanyalah sebuah kamuflase untuk menutupi sesuatu yang tidak ingin terlihat, tetapi aku selalu bisa melihat dari sisi yang berbeda mengenai itu. 

Ini semua bukan tentang fisik. Cantik, semua wanita ku rasa cantik, dan itu benar adanya, dan dia adalah salah satu wanita yang bisa memikatku, tidak hanya dengan parasnya. Ada banyak hal yang bisa membuatku tertarik dengannya, dan kebanyakan adalah semua perbedaan itu.

Jika berbicara usia, mungkin usia kita hanya terpaut satu tahun, tingginya mungkin 155cm, aku selalu suka ketika ia kenakan kerudung itu, ia terlihat lebih anggun dari siapapun (kecuali ibu dan kakak perempuanku). Dia aneh, terkadang melakukan hal-hal konyol, tanpa sebab ia akan teriak-teriak seperti orang kesurupan, atau dia akan melakukan salto, jungkir balik tanpa sebab. Dan aku hanya bisa menatapnya tak mengerti, bengong.

Ia selalu energik, gaya berjalannya seperti lelaki, mungkin itu menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan, dia dulu begitu terobsesi ingin menjadi seorang tentara seperti mendiang ayahnya, dan akhirnya dia melakukan aktivitas selayaknya tentara, jogging, push up, pull up, de-el-el, dan sepertinya dia gagal setelah melakukan serangkaian tes yang melelahkan. Ku tebak, ia gagal karena kurang tinggi!. Atau karena giginya kurang rapih? Ah, entahlah, dan aku bersyukur dia tidak menjadi tentara, karena jika ia tentara tentu aku tak akan pernah bertemu dengannya.

Rutinitas yang dulu dilakukannya ketika ingin menjadi tentara tidak berbekas, dia jarang melakukan aktivitas fisik, dan itulah yang terjadi. Kalian bisa tebak, ketika seorang wanita yang punya hobi tidur setelah makan dan ngemil. Yap, kalian tepat! Benar sekali, dan jangan diperbuas (dibesar-besarkan).

Dan terkadang aku hanya bisa tertawa melihat tingkah polahnya, dia terkadang ikut bernyanyi dan menari mengikuti iklan di televisi, atau dia mungkin sesekali dan (mungkin) sering nyanyi lagu dangdut koplo yang terkadang tidak jelas lirik dan maksud yang ingin di sampaikan oleh si penyanyi dan pengarang lagu itu,  dan untuk kesekian kalinya, aku masih menggeleng tak mengerti.

Selera musiknya begitu berbeda denganku, aku tergolong jenis manusia yang menyukai semua jenis musik, mulai dari rock, classic, blues, jazz, pop, reagge, musik instrument, dan dangdut sekalipun ku lahap. Tapi, kita masih belum menemukan frekuensi yang sama mengenai itu, meski ku akui, terkadang dia menjadi suka dan ingin memutar lagu-lagu yang ku pilih itu, tapi tetap saja, dominasi dia terlalu kuat mengenai hal tersebut.

Dan ku beritahu seseuatu, dia akan langsung mengernyitkan dahi ketika ku putar lagu-lagu itu, dia bilang: "Kakk, aku gak ngerti, ganti yah?" pintanya dengan nada manja, tapi sepertinya dia lebih sering menggunakan gaya bahasa mengancam. Terlebih jika yang ku putar adalah lagu barat, dia kemudian akan protes dan langsung mengganti dengan musik kesukaannya, dulu dia sering memutar lagi grup band lokal, yang entah nama band-nya, aku tak terlalu paham.

Membaca, dia kurang tertarik akan hal itu. Dia hanya akan membaca dan menjadi suka ketika ku tuliskan cerita tentangnya, hanya itu yang ia sukai mengenai membaca, dan aku akan selalu melakukan untuknya. Ada banyak hal yang berbeda dari aku dan wanitaku ini, tapi aku menyukainya, perbedaan itu yang membuatku begitu membutuhkannya, setidaknya hingga saat ini aku masih membutuhkan kehadirannya, menginspirasi dari setiap tulisan yang ku buat.

Dan ku rasa akhir-akhir ini ia merasa cemburu (mungkin), karena aku menuliskan kisah yang bukan tentangnya, dan ia menuntut untuk dibuatkan cerita saingan si pembawa pesan yang sempat ku tuliskan dari inspirasi dari seorang sahabat baru, begitu konyol. Bahkan, beberapa waktu lalu aku menyusun naskah sekitar 150 halaman, di mana 90 persen cerita itu menceritakannya, dan ia tidak sadar akan hal itu. Ya Rabb, berilah ketegaran untuk hambamu yang lemah ini.



Dan sekarang, aku akan memulai menuliskan tentangnya, ia yang selalu menjadi bahan tulisanku, kembali menjadi tokoh utama dalam setiap lembar jurnal baru ini, dan inilah kisah untuknya, ini cerita tentang wanitaku..
....
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML