Senin, 26 Mei 2014

Romansa Balada Rintik Hujan Tengah Malam



Tengah malam, hujan. Tepat setelah beberapa menit tiba di tempat ini, kesunyian ini merdu seketika tatkala balada instrument rintik hujan kembali bersenandung di tengah malam. Alam seperti menjawab semua pertanyaan dan kegundahanku akan beberapa hal yang masih membuatku ragu untuk terus berjalan tegak. Sepertinya ia mendengarkan setiap keluhan yang tidak pernah terucap. Dan ia menjawab pertanyaanku dalam bahasanya, ia menenangkanku dengan caranya.

Entah sudah sejauh apa aku melangkah. Sepertinya sudah lelah terus melangkah, terus berjalan. Namun seperti yang kurasakan sekarang, aku tidak beranjak kemana-mana. Bergeser beberapa centimeter pun tidak sama sekali. Namun kenapa aku bisa begitu lelah, kenapa aku merasa sudah berjalan cukup lama, bukankah aku sudah melangkah ribuan kali. Namun seperti yang ku sadari, aku masih tegak berdiri di tempat ini. Tidak bergeser selangkahpun.

Aku masih terbawa suasana romantic tengah malam, senandung kerinduan kepada sebuah pencapaian, kerinduan akan sesuatu yang begitu di dambakan. Aku begitu ingin berjalan sangat jauh, aku ingin berada di tempat yang tidak pernah ku duga bisa mencapainya. Aku ingin langkah membawaku ke tempat-tempat itu. Aku ingin berjalan menyusuri kesunyian yang merdu ini.

Bukankah selalu ku ceritakan tentang petualangan yang sangat menarik. Petualangan yang begitu menarik itu terjadi karena beberapa masalah, beberapa kesulitan dan beberapa rasa sakit. Dan itu akan menjadikannya menarik, setiap kisah petualangan harus di bumbui dengan romansa cinta, balada kegetiran, rintihan pelan sesaat, dan kisah petualangan akan menjadi benar-benar hidup, ia akan menjadi sebuah cerita yang selalu melegenda, tidak akan pernah bosan untuk menceritakan ulang.

Aroma hujan di tengah malam membawa sebuah kenangan masa silam. Aroma yang selalu sama, aroma yang selalu berkisah tentang kesejukan, aroma yang selalu bercerita tentang kedamaian, aroma yang selalu kurindukan, sesaat hujan membawa setetes kerinduan akan penantian panjang sebuah perjalanan yang belum di mulai.

Aku selalu ingin berjalan lebih jauh dari orang-orang di sekitarku, aku ingin selalu bercerita tentang indahnya sebuah perjalanan panjang ini. Jika seseorang bisa mendapatkan keberhasilan dalam satu langkah, maka aku akan memilih melangkah lebih jauh untuk mendapatkan keberhasilan itu. Ketika orang-orang bisa mendapatkan apa yang di inginkan dalam satu kali hentakan kaki berpijak di bumi, maka tidak begitu denganku. Tuhan sepertinya mengajarkanku bagaimana berdiri tegak setelah terjatuh, bagaimana menerima rasa sakit sebagai rasa terindah yang pernah diberikan untukku.

Semua orang bisa mendapatkan apa yang di inginkan, dengan proses yang begitu cepat. Tetapi tidak denganku, aku selalu menjadi orang yang telat untuk menyelesaikan prosesnya. Aku selalu menjadi orang terakhir yang menyelesaikan fase tertentu. Dan jika kalian mengira aku mendapatkan hasil yang memuaskan, itu adalah salah besar, karena hasil yang ku dapatkan ternyata tidak lebih baik dengan orang-orang di sekitarku.

Seperti rangkaian cerita fiksi, ia memiliki kisah yang begitu bergairah. Terkadang menyala merah darah, namun terkadang redup seperti kelamnya malam yang di selimuti kabut, sesekali menyala jingga penuh romansa.

Tetapi sayangnya, hidup bukanlah fiksi. Tidak selalu bergairah, tidak selalu menyala penuh romansa. Perjalanannya pun tidak seperti fiksi yang bisa di baca dalam waktu beberapa jam. Membaca peta kehidupan, membiarkan langkah menyusuri tempat-tempat yang entah terletak dimana, berjalan menembus batas, berjalan goyah, terjatuh, bangkit, terjatuh lagi, bangkit lagi, jatuh. Begitulah alurnya, panjang, terkadang tidak bisa di pahami, terkadang begitu rumit.

Hujan masih memainkan perannya malam ini, masih memainkan instrument berbalut nada yang mengalun sendu, memerdukan kesunyian yang berjalan begitu tenang.

Sesekali ku lihat ke gumpalan awan berwarna pekat, sewarna dengan malam yang gelap. Sesekali lentera yang di pijarkan halilintar membuka tirai yang menutupi wajah indanya. Memberikan senyum termanis diantara kegelapan dan hawa dingin.  Aku membalas senyuman indahnya, dengan senyum seadanya. Sangat sederhana, karena tentu aku tidak memiliki senyuman indah sepertinya.

Dalam benakku, dalam usahaku menyadarkan apa yang sudah ku lakukan selama ini, benarkah aku berjalan di tempat yang sama, benarkan aku tidak bergeser selangkah pun.  Perjalanan sepertinya belum yakin dengan langkahku yang belum benar-benar tegap. Sepertinya dia masih akan memberikan sedikit bahan yang akan dijadikan ujian untukku. Masih ada beberapa ujian yang akan diberikannya sebelum memberikanku sebuah perjalanan yang ku idam-idamkan.

Atau mungkinkah sekarang perjalanan sudah ku dapatkan, apakah ini yang harus dilalui, berjalan seirama. Monoton. Menjalani hidup yang datar,  tanpa ada kebanggaan untuk di ceritakan kepada rekan sejawat, tidak ada nilai lebih yang bisa di nilai secara kasat mata. Bahkan, sepertinya orang tua para wanita itu enggan memberikan tanggung jawab menjaga putri kecilnya kepada orang-orang seperti aku. Ada yang mencibir, “masa lalu kelam, masa depan suram” ungkapan sindiran yang menjadi sebuah lelucon, lelucon yang tidak lucu sama sekali. Namun anehnya, aku tetap tertawa terbahak-bahak, hingga batuk-batuk. Sampai nyeri perutku karena semua otot mencengkram lambung yang tidak terbalut oleh daging.

Jika benar ini adalah jalannya, ini merupakan petualangan yang ku idam-idamkan tentu tidak seperti yang ku kira. Perjalanannya begitu monoton, terlalu banyak intrik dan cerita putus asa, terlalu banyak romansa yang di alihkan oleh pandangan kebencian. Terlalu banyak rasa curiga dan derai air mata, terlalu banyak kisah yang di dramatisir.  Terlalu banyak kekecewaan yang di dasari oleh pengkhianatan, terlalu banyak kebohongan yang melahirkan kebencian. Terlalu banyak.

Namun memang tidak ada pilihan untukku, tidak bisa langsung menolak begitu saja. Karena inilah yang ku minta, dalam setiap sujud ku, dalam setiap helaan nafasku ketika mengingat-Nya, aku menginginkan sebuah petualangan yang bisa mengajarkanku untuk berdiri tegak, dan inilah perjalanannya, perjalanan yang sangat monoton, perjalanan yang ku idam-idamkan ternyata tidak membawa langkahku bergeser begitu jauh. Hanya saja aku memang benar-benar sudah terseret begitu jauh, meninggalkan rekan dan kawan yang ketika berjumpa selalu berbicara tawa.





Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML