Kamis, 22 Mei 2014

Senyum Tercantik


Semakin hari, hanya ada penantian yang entah kapan akan berujung. Sejauh tangan meraih, sekuat tenaga tangan mengepal, sekeras teriakan yang terdengar begitu lantang, sejauh kaki melangkah, selayang pandang mata memandang ujung dari permulaan itu belum tampak sama sekali. Awal dari sebuah perjalanan yang entah di mana akan di mulai.

Bukankah seharusnya tidak ada lagi yang harus di takutkan? Bukankah rasa lelah dan sakit seperti ini sering kita alami? Lalu apa lagi yang membuat ini menjadi begitu menakutkan untuk di lalui? Sering kali sedih menyambangi hati kita, perasaan kita sering di cabik olehnya, tidak jarang juga terkadang menangisinya.
Keadaan seperti ini, membuat kita terbiasa.

Bukankah kita harus benar-benar melawannya, bukankah kita harus benar-benar melaluinya? Walaupun memang terkadang kemungkinan untuk kita bisa tertawa sangatlah kecil, tapi bukan mustahil kita akan bisa merasakannya. Berusaha dan terus mencoba, melakukan sebisanya, bertahan sekuatnya, dan akan terus berusaha hingga kesedihan ini enggan untuk kembali lagi.

Berbicara mengenai kesempatan. Akan selalu ada kesempatan yang sama meski dalam bentuk yang berbeda. Akan ada banyak cara untuk mengulangi dan mendapatkan kesempatan yang sama, mencoba meraih sesuatu yang sudah terlepas, mungkin hanya akan menjadi angan-angan belaka. Namun bukankah angan-angan itu yang membuat kita selalu berusaha? Bukankah angan-angan yang membuat kita masih bisa berdiri tegak? Impian ini, akan terus selalu ada.

Sesuatu yang terlepas pasti akan kembali lagi, tidak perlu berharap dengan wujud yang sama, karena sesuatu itu akan tetap memiliki rasa yang sama meski dalam wujud yang berbeda.  Akan ada banyak rasa yang bisa dinikmati, akan ada banyak warna yang bisa di lihat, ada banyak suasana yang akan bisa dirasa. Jangan pernah menyesali sesuatu yang sudah terlepas.

Masih ada waktu yang tersisa, masih ada sesuatu yang tersisa. Masih ada masa sulit di awal ceritanya, masih ada kata-kata romantic yang bisa mengawalinya. Masih ada harapan dan impian yang terbang tinggi, dan biarkan mimpi membawa kita, jauh.

Keajaiban akan selalu datang, tidak hanya dengan bentuk yang kita kenal. Bahkan sekarang merupakan keajaiban yang bisa dirasakan. Bukankah sesulit apapun hidup ini, kita masih bisa tertawa karena hal-hal sepele? Dan seberapa sering kita bisa bahagia karena hal-hal yang tidak begitu penting, sesuatu yang sepele itu bisa membuat kita tertawa bahagia, ketika kesulitan itu benar-benar menekan.

Mendapatkan kebahagian tidaklah serumit yang di banyangkan, tidaklah sesulit yang di jalani. Bahagia itu sederhana, bahagia itu bersahaja, bahagia itu indah, dan bahagia itu ketika kita bisa mensyukuri sesuatu yang sangat sederhana, sepele. Sesederhana itulah kebahagiaan menyentuh nurani kita, mengelus dengan penuh kasih sayang. Begitulah caranya bahagia membuat kita tertawa, begitu sederhana.

Bukahkah sudah terbiasa mengalami kesulitan? Lalu untuk apa mengeluh sekarang? Yang di perlukan hanya tetap berjalan. Seribu kali kesulitan sudah dirasakan, seribu kesulitan sudah menikam begitu dalam, hingga rasa yang di akibatkannya sudah tidak begitu mengusik. Jika harus merasakan seribu kali kesulitan lagi sekalipun bukan menjadi masalah, justru yang menjadi masalah adalah, apakah benar-benar siap kita mendapatkan manisnya sebuah keberhasilan?

Jika terlena karenanya bukankah itu lebih menyakitkan daripada seribu kali rasa yang di akibatkan oleh sebuah kesulitan? Terlena karenanya dan menjadi orang yang berbeda, apakah benar-benar siap kita dengan semua itu? Mungkin semua itu hanya kekhawatiran kita saja, dan itu merupakan hal yang wajar.

Biarkan saja orang-orang menatap kasihan ke arah kita sekarang, biarkan mereka bercerita dibelakang kita, biarkan mereka berbisik-bisik di antara telinga kita yang tidak tuli. Karena kitapun mempunyai cara pandang yang berbeda tentang masa depan, kita punya cerita yang berbeda di depan mereka, dan kita akan selalu punya cara untuk mendengarkan semua cerita, tentang apapun dan tentang siapapun. Menjadi pendengar yang baik, maka kau akan menjadi pembicara yang handal.

Kesedihan ini benar-benar harus di akhiri, kesulitan ini benar-benar harus di lalui. Berhenti menjadi takut, berhenti meratapi keadaan. Menggenapi serangkaian cerita manis haruslah di bumbui dengan secuil cerita getir. Agar tidak bosan orang membacanya, agar tidak monoton alurnya, agar menarik kisahnya.


Tersenyumlah untuk getirnya hidup hari ini, karena ini adalah sesuatu yang biasa terjadi dan biasa kita alami. Tersenyumlah karena kita merasakan bahagia tidaklah harus bermewah-mewah, karena selama ini ternyata yang membuat kita tertawa bahagia justeru hal-hal yang sangat sepele. 
Read More




Selasa, 20 Mei 2014

Ornamen Kabut dan Hawa Dingin



Kemarin, Semburat kuning keemasan terlihat menyembul di arah timur diantara bingkai pegunungan yang mengelilingi kota ini. Kabut tipis masih terlihat diantara pepohonan yang menghijau. Fajar menyapa diantara hawa dingin yang masih menusuk, perlahan menjadi sejuk.

Menjadi jernih, seketika pandanganku begitu jelas memandang sekitar. Seteguk air menghilangkan dahaga diantara rasa lelah. Bahkan, sudah setinggi ini matahari muncul, aku masih terjaga di antara rasa gelisah.

Hanya sesaat pagi itu terasa hangat, karena entah mengapa gerombolan awan kelabu menyergap diantara kehangatan matahari. Kembali cakrawala pagi di hiasi warna kelabu, semilir angin perjelas pertanda akan turun hujan. Aromanya tercium begitu kuat, aroma hujan di pagi hari.

Rintik hujan mulai turun, menembus kabut tipis. Seperti tidak mau kalah dengan awan kelabu, kabut kembali menggulung, menebal di segela sisi. Sebentuk ornament bergambar kesejukan tersaji diantara rintik hujan dan kabut.

Hujan semakin deras membasahi bumi, aku menikmati semua itu bersama sang pesona yang datang sedari pagi, bahkan ketika aku mulai terlelap, ia mulai berceloteh ria sembari bertutur kata manja.

Ahh,, begitu rindu aku akan suasana seperti ini. Hanya saja, mungkin terasa berbeda. Karena waktu berjalan maju, mengubah semua pola dan memperjelas sketsa. Menjadi guratan-guratan kasar yang mulai terlihat diantara dua mata. Begitu lelahkah aku? Tentu saja terlalu singkat jika ku simpulkan seperti itu, masih akan ada banyak rasa lelah dan gelisah yang akan menghadang langkahku, yang bisa dilakukan hanya tetap melangkah, dan berusaha, sembari berdoa.

Pagi dengan ornament kabut dan hawa sejuk akan selalu ku nanti dengan hidangan segelas teh hangat, untuk cerita di pagi-pagi yang akan datang.
………
Hari ini,  pagi yang cerah menghangatkan suasana yang lelah. Pagi masih setia menyapaku, masih dengan ornament kabut dan hawa dingin. Masih menyapaku dengan cara yang sama.

Masih bermalas-malasan untuk melanjutkan cerita yang sempat terpotong pada malam yang panjang, setidaknya cukup panjang hingga aku terjaga di pagi yang cerah ini. Tentu ada yang berbeda dari biasanya, tidak ada sapaan manja yang menggoda. Hanya ada kicauan burung yang menyapa diantara hangatnya matahari pagi.

Semalam, setelah pulang dari tempat seorang sahabat. Seperti biasa, aku mengendarai besi tua berumur lebih dari setengah abad ini. Berjalan pelan, berharap mendapatkan sedikit inspirasi untuk kembali menuliskan sesuatu. Berharap menjadi menarik. Tapi yang kudapat hanya sepi, lewat tengah malam ketika lajuku melambat diantara persimpangan jalan, lampunya berwarna merah. Tidak ada niat untuk menerobos meski tidak tampak kendaraan di seberang sana yang hendak melintas.

Pandanganku segera tertuju ke atas, berharap seperti kemarin rembulan menyapa walaupun hanya separuh saja. Meski hanya semburat warna kuning yang memudar karena awan gelap menghalangi cahayanya. Malam ini, mutlak tidak ada cahaya rembulan, bintang pun seperti enggan menampakkan wujudnya.

Malam ini semakin diam, dengan wujud kegelapan.

Ada apa dengan rindu, kenapa ia begitu gemar menyiksaku? Ya, lima huruf itu begitu menyiksaku, selalu mengusik ketenangan malam. Bahkan ia menyapa tanpa berdosa, ia melenggang menggoda di depan mata, menjerumuskan perasaan yang sudah tergelincir kedalam sebuah jurang yang begitu dalam. Hingga hanya bisa menggeleng pelan, tanpa harus berkata, aku tertawa diantara gundah. Mentertawakan diri sendiri yang di perbudak oleh rasa sesaat yang menjanjikan keindahan.

Tahukah, menjadi sadar itu membutukan serangkaian proses yang melelahkan. Sadar atau tidak, kita baru akan tersadar ketika sudah melakukannya. Akan merasa berdosa ketika sudah melakukannya, akan merasa bersalah ketika sudah melakukannya. Bukankah awalnya kita melakukan sesuatu itu karena berfikir bahwa itu benar? Lalu kenapa menjadi salah pada akhirnya?

Mungkin saja itu merupakan hal yang benar, namun sesuatu yang benar tidak akan menjadi benar jika prosesnya tidak dijalankan dengan benar. Maka tidak heran jika pada akhirnya kita akan kembali terpekur dan tersungkur, karena penyesalan dan merasa bersalah.

Salah dan benar, hanya menjadi ukuran untuk kita berbuat menjadi lebih baik. Saranku, jangan memilih orang yang terbaik, tapi pilihlah sesorang yang bisa menjadikan kita lebih baik, menjadi yang terbaik.

Pilihan akan selalu ada, meskipun terkadang itu membingungkan. Bukankah kebingungan merupakan pertanda bahwa kita memikirkannya? Bukankah tersesat juga merupakan hal yang wajar dilalui oleh penjelajah? Tidak ada yang salah jika dilakukan dengan benar, tidak ada yang benar jika dilakukan dengan salah.
……..


Pagi dengan ornament kabut dan hawa dingin, berbagi waktu dengan sepucuk kehangatan mentari pagi. Akan ada cerita yang sama di pagi-pagi berikutnya. Cerita yang sama dengan cara yang berbeda. Akan sama rasanya, akan seperti itu bentuknya. 
Read More




Senin, 19 Mei 2014

Mengalir



Melelahkan, kembali menari diantara jeram-jeram itu, menikmati setiap liukan arusnya yang begitu liar, gemuruh airnya menelan kesunyian. Sesaat aku kembali terpana, sesekali jantung berpacu begitu cepat, secepat aliran air yang menghantam bebatuan di bawahnya, ciptakan gelombang dengan arus yang tidak bisa di remehkan. Lengah sesaat, bukan mustahil akan terbenam dan terkurung di gulungan arus yang begitu deras. Lalu berakhir sudah.

Sekali hentakan keras dayung memecah arus, melawan jeram, menerjang bebatuan. Meskipun bukan pertama kali bermain dan menari diantara jeram-jeram itu, aku tetap terpesona. Bermain dengan adrenalin, bekerja secara tim, menjadi sebuah kemutlakan yang harus dilakukan. Menekan ego, membunuh rasa takut, berjabat tangan dengan resiko, berpacu dengan waktu.

Hanya sepersekian detik keputusan yang harus di buat, hanya punya beberapa menit untuk bisa bertahan ketika berada di dalam pusaran air yang begitu liar. Berfikir dan bertindak dengan sangat cepat, bahkan tidak ada waktu lagi untuk sekedar mengulur waktu, sebuah keputusan terbaik dalam waktu beberapa detik akan menentukan semuanya.

Seperti hidup. Waktu akan terus berpacu, tanpa toleransi, tanpa ada belas kasihan. Jika terlalu lama mengambil keputusan, maka kita akan terbenam di dalamnya, akan terus berputar-putar tanpa bisa keluar. Maka yang terjadi adalah, kita akan terperangkap dan tidak sadar dengan kondisinya. Maka, waktu akan benar-benar menikam dengan sangat menyakitkan.

 Begitu cepat aliran waktu bergulir, begitu cepat setiap kejadian berlalu, beitu cepat tanpa kita sadari semuanya sudah berlalu.

Menaklukkan jeram dalam setiap pengarungan bukanlah tujuannya, bukan untuk menaklukkannya. Tujuan sebenarnya adalah untuk melaluinya dengan selamat. Jika dianalogikan dengan kehidupan, jeram itu seperti rintangan dan tantangan, masalah yang harus di lalui dan di selesaikan dengan cepat. Menyelesaikan masalah tanpa harus membuat masalah baru. Karena tanpa harus di buat, masalah akan dengan senang hati hanya untuk sekedar menyapa.

Tantangan itu bukan untuk di taklukkan, melainkan untuk di jadikan pembelajaran. Bukankah hidup juga adalah pengarungan. Terkadang maju dengan sangat cepat, namun sesekali karam. Sesekali mendayung sekuat tenaga meski sudah tidak ada tenaga yang tersisa. Jika tidak mendayung, maka perahu itu akan kandas di antara gelombang yang begitu liar.

Dihadapkan dengan sebuah persoalan hidup, arus masalah yang mengalir dengan sangat cepat, bertubui-tubi menghantam, menggoyahkan laju perahu, berjalan tersendat. Mengikuti arus utama mungkin akan sangat berbahaya, namun arus utama itu harus di lalui. Karena laju perahu hanya akan benar-benar cepat jika berada di arus utama, walaupun dengan resiko yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dan kita akan bermain dengan resiko, namun resiko itu akan mengajarkan kita dengan sangat cepat, mengajarkan bagaimana mengendalikan laju perahu.

Begitu juga ketika kita menjalani hidup, kita harus mengikuti arus utamanya, bermain dengan resiko, tanpa harus menghindari masalah. Karena masalah itu adalah arus utamanya, dan kita harus masuk kedalamnya, mencoba mengarunginya, belajar menghadapi masalah, bukan belajar untuk menghidari masalah.

Semakin banyak masalah yang di hadapi maka akan semakin banyak pula pembelajaran yang di dapatkan, dan itu menjadi bekal untuk kita bisa melaju dengan cepat, mengikuti arus utama, melewati terjangan jeram permasalahan dengan cepat, melaluinya tanpa meninggalkan sisa masalah.

Dan bahkan, semua orang akan memilih hidup dengan petualangan, karena dengan petualangan hidup menjadi lebih bermakna, ada banyak warna didalamnya, akan ada banyak kisah yang bisa di ceritakan.

Namun, terkadang kita cepat sekali berubah pikiran. Awalnya kita begitu menyukai sesuatu atau hal itu, namun akan dengan sangat cepat kita akan segera mengambil sikap drastis, berputar 180 derajat, kita begitu cepat menyukai, maka suatu saat kita akan membenci.

Awalnya kita tertantang dengan petualangan yang begitu berisiko, katanya hidup tidak akan ada makna jika hanya lurus, maka diperlukan liku-likunya. namun, pada saat petualangan penuh resiko itu datang dalam wujud masalah tidak sedikit dari kita yang akan berbalik belakang, bahkan menghindarinya. Merasa tidak mampu untuk melaluinya, tidak jarang akan berkeluh kesah.

Merasa tertekan ketika menghadapi masalah, lalu menjadi putus asa. Kemudian menyalahkan diri sendiri, dan masalah seperti jeram-jeram itu, ia tidak mengenal apapun, tidak mengenal kata ampun. Jika tidak bisa keluar darinya, maka bersiaplah berakhir di dalamnya.

“bukankah kami telah melapangkan dadamu?, Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,  sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (asy-syarh:1-8)
…….


Menari bersama gelombang, menerjang jeram, sekali dayung, sekuat tenaga. Melaju mengikuti arus utama. Hidup harus dijalani seperti itu, bersikap bijak seperti derasnya arus liar..
Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML