Senin, 19 Mei 2014

Mengalir



Melelahkan, kembali menari diantara jeram-jeram itu, menikmati setiap liukan arusnya yang begitu liar, gemuruh airnya menelan kesunyian. Sesaat aku kembali terpana, sesekali jantung berpacu begitu cepat, secepat aliran air yang menghantam bebatuan di bawahnya, ciptakan gelombang dengan arus yang tidak bisa di remehkan. Lengah sesaat, bukan mustahil akan terbenam dan terkurung di gulungan arus yang begitu deras. Lalu berakhir sudah.

Sekali hentakan keras dayung memecah arus, melawan jeram, menerjang bebatuan. Meskipun bukan pertama kali bermain dan menari diantara jeram-jeram itu, aku tetap terpesona. Bermain dengan adrenalin, bekerja secara tim, menjadi sebuah kemutlakan yang harus dilakukan. Menekan ego, membunuh rasa takut, berjabat tangan dengan resiko, berpacu dengan waktu.

Hanya sepersekian detik keputusan yang harus di buat, hanya punya beberapa menit untuk bisa bertahan ketika berada di dalam pusaran air yang begitu liar. Berfikir dan bertindak dengan sangat cepat, bahkan tidak ada waktu lagi untuk sekedar mengulur waktu, sebuah keputusan terbaik dalam waktu beberapa detik akan menentukan semuanya.

Seperti hidup. Waktu akan terus berpacu, tanpa toleransi, tanpa ada belas kasihan. Jika terlalu lama mengambil keputusan, maka kita akan terbenam di dalamnya, akan terus berputar-putar tanpa bisa keluar. Maka yang terjadi adalah, kita akan terperangkap dan tidak sadar dengan kondisinya. Maka, waktu akan benar-benar menikam dengan sangat menyakitkan.

 Begitu cepat aliran waktu bergulir, begitu cepat setiap kejadian berlalu, beitu cepat tanpa kita sadari semuanya sudah berlalu.

Menaklukkan jeram dalam setiap pengarungan bukanlah tujuannya, bukan untuk menaklukkannya. Tujuan sebenarnya adalah untuk melaluinya dengan selamat. Jika dianalogikan dengan kehidupan, jeram itu seperti rintangan dan tantangan, masalah yang harus di lalui dan di selesaikan dengan cepat. Menyelesaikan masalah tanpa harus membuat masalah baru. Karena tanpa harus di buat, masalah akan dengan senang hati hanya untuk sekedar menyapa.

Tantangan itu bukan untuk di taklukkan, melainkan untuk di jadikan pembelajaran. Bukankah hidup juga adalah pengarungan. Terkadang maju dengan sangat cepat, namun sesekali karam. Sesekali mendayung sekuat tenaga meski sudah tidak ada tenaga yang tersisa. Jika tidak mendayung, maka perahu itu akan kandas di antara gelombang yang begitu liar.

Dihadapkan dengan sebuah persoalan hidup, arus masalah yang mengalir dengan sangat cepat, bertubui-tubi menghantam, menggoyahkan laju perahu, berjalan tersendat. Mengikuti arus utama mungkin akan sangat berbahaya, namun arus utama itu harus di lalui. Karena laju perahu hanya akan benar-benar cepat jika berada di arus utama, walaupun dengan resiko yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Dan kita akan bermain dengan resiko, namun resiko itu akan mengajarkan kita dengan sangat cepat, mengajarkan bagaimana mengendalikan laju perahu.

Begitu juga ketika kita menjalani hidup, kita harus mengikuti arus utamanya, bermain dengan resiko, tanpa harus menghindari masalah. Karena masalah itu adalah arus utamanya, dan kita harus masuk kedalamnya, mencoba mengarunginya, belajar menghadapi masalah, bukan belajar untuk menghidari masalah.

Semakin banyak masalah yang di hadapi maka akan semakin banyak pula pembelajaran yang di dapatkan, dan itu menjadi bekal untuk kita bisa melaju dengan cepat, mengikuti arus utama, melewati terjangan jeram permasalahan dengan cepat, melaluinya tanpa meninggalkan sisa masalah.

Dan bahkan, semua orang akan memilih hidup dengan petualangan, karena dengan petualangan hidup menjadi lebih bermakna, ada banyak warna didalamnya, akan ada banyak kisah yang bisa di ceritakan.

Namun, terkadang kita cepat sekali berubah pikiran. Awalnya kita begitu menyukai sesuatu atau hal itu, namun akan dengan sangat cepat kita akan segera mengambil sikap drastis, berputar 180 derajat, kita begitu cepat menyukai, maka suatu saat kita akan membenci.

Awalnya kita tertantang dengan petualangan yang begitu berisiko, katanya hidup tidak akan ada makna jika hanya lurus, maka diperlukan liku-likunya. namun, pada saat petualangan penuh resiko itu datang dalam wujud masalah tidak sedikit dari kita yang akan berbalik belakang, bahkan menghindarinya. Merasa tidak mampu untuk melaluinya, tidak jarang akan berkeluh kesah.

Merasa tertekan ketika menghadapi masalah, lalu menjadi putus asa. Kemudian menyalahkan diri sendiri, dan masalah seperti jeram-jeram itu, ia tidak mengenal apapun, tidak mengenal kata ampun. Jika tidak bisa keluar darinya, maka bersiaplah berakhir di dalamnya.

“bukankah kami telah melapangkan dadamu?, Dan Kami telah menghilangkan daripadamu bebanmu yang memberatkan punggungmu? Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,  sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (asy-syarh:1-8)
…….


Menari bersama gelombang, menerjang jeram, sekali dayung, sekuat tenaga. Melaju mengikuti arus utama. Hidup harus dijalani seperti itu, bersikap bijak seperti derasnya arus liar..



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML