Selasa, 20 Mei 2014

Ornamen Kabut dan Hawa Dingin



Kemarin, Semburat kuning keemasan terlihat menyembul di arah timur diantara bingkai pegunungan yang mengelilingi kota ini. Kabut tipis masih terlihat diantara pepohonan yang menghijau. Fajar menyapa diantara hawa dingin yang masih menusuk, perlahan menjadi sejuk.

Menjadi jernih, seketika pandanganku begitu jelas memandang sekitar. Seteguk air menghilangkan dahaga diantara rasa lelah. Bahkan, sudah setinggi ini matahari muncul, aku masih terjaga di antara rasa gelisah.

Hanya sesaat pagi itu terasa hangat, karena entah mengapa gerombolan awan kelabu menyergap diantara kehangatan matahari. Kembali cakrawala pagi di hiasi warna kelabu, semilir angin perjelas pertanda akan turun hujan. Aromanya tercium begitu kuat, aroma hujan di pagi hari.

Rintik hujan mulai turun, menembus kabut tipis. Seperti tidak mau kalah dengan awan kelabu, kabut kembali menggulung, menebal di segela sisi. Sebentuk ornament bergambar kesejukan tersaji diantara rintik hujan dan kabut.

Hujan semakin deras membasahi bumi, aku menikmati semua itu bersama sang pesona yang datang sedari pagi, bahkan ketika aku mulai terlelap, ia mulai berceloteh ria sembari bertutur kata manja.

Ahh,, begitu rindu aku akan suasana seperti ini. Hanya saja, mungkin terasa berbeda. Karena waktu berjalan maju, mengubah semua pola dan memperjelas sketsa. Menjadi guratan-guratan kasar yang mulai terlihat diantara dua mata. Begitu lelahkah aku? Tentu saja terlalu singkat jika ku simpulkan seperti itu, masih akan ada banyak rasa lelah dan gelisah yang akan menghadang langkahku, yang bisa dilakukan hanya tetap melangkah, dan berusaha, sembari berdoa.

Pagi dengan ornament kabut dan hawa sejuk akan selalu ku nanti dengan hidangan segelas teh hangat, untuk cerita di pagi-pagi yang akan datang.
………
Hari ini,  pagi yang cerah menghangatkan suasana yang lelah. Pagi masih setia menyapaku, masih dengan ornament kabut dan hawa dingin. Masih menyapaku dengan cara yang sama.

Masih bermalas-malasan untuk melanjutkan cerita yang sempat terpotong pada malam yang panjang, setidaknya cukup panjang hingga aku terjaga di pagi yang cerah ini. Tentu ada yang berbeda dari biasanya, tidak ada sapaan manja yang menggoda. Hanya ada kicauan burung yang menyapa diantara hangatnya matahari pagi.

Semalam, setelah pulang dari tempat seorang sahabat. Seperti biasa, aku mengendarai besi tua berumur lebih dari setengah abad ini. Berjalan pelan, berharap mendapatkan sedikit inspirasi untuk kembali menuliskan sesuatu. Berharap menjadi menarik. Tapi yang kudapat hanya sepi, lewat tengah malam ketika lajuku melambat diantara persimpangan jalan, lampunya berwarna merah. Tidak ada niat untuk menerobos meski tidak tampak kendaraan di seberang sana yang hendak melintas.

Pandanganku segera tertuju ke atas, berharap seperti kemarin rembulan menyapa walaupun hanya separuh saja. Meski hanya semburat warna kuning yang memudar karena awan gelap menghalangi cahayanya. Malam ini, mutlak tidak ada cahaya rembulan, bintang pun seperti enggan menampakkan wujudnya.

Malam ini semakin diam, dengan wujud kegelapan.

Ada apa dengan rindu, kenapa ia begitu gemar menyiksaku? Ya, lima huruf itu begitu menyiksaku, selalu mengusik ketenangan malam. Bahkan ia menyapa tanpa berdosa, ia melenggang menggoda di depan mata, menjerumuskan perasaan yang sudah tergelincir kedalam sebuah jurang yang begitu dalam. Hingga hanya bisa menggeleng pelan, tanpa harus berkata, aku tertawa diantara gundah. Mentertawakan diri sendiri yang di perbudak oleh rasa sesaat yang menjanjikan keindahan.

Tahukah, menjadi sadar itu membutukan serangkaian proses yang melelahkan. Sadar atau tidak, kita baru akan tersadar ketika sudah melakukannya. Akan merasa berdosa ketika sudah melakukannya, akan merasa bersalah ketika sudah melakukannya. Bukankah awalnya kita melakukan sesuatu itu karena berfikir bahwa itu benar? Lalu kenapa menjadi salah pada akhirnya?

Mungkin saja itu merupakan hal yang benar, namun sesuatu yang benar tidak akan menjadi benar jika prosesnya tidak dijalankan dengan benar. Maka tidak heran jika pada akhirnya kita akan kembali terpekur dan tersungkur, karena penyesalan dan merasa bersalah.

Salah dan benar, hanya menjadi ukuran untuk kita berbuat menjadi lebih baik. Saranku, jangan memilih orang yang terbaik, tapi pilihlah sesorang yang bisa menjadikan kita lebih baik, menjadi yang terbaik.

Pilihan akan selalu ada, meskipun terkadang itu membingungkan. Bukankah kebingungan merupakan pertanda bahwa kita memikirkannya? Bukankah tersesat juga merupakan hal yang wajar dilalui oleh penjelajah? Tidak ada yang salah jika dilakukan dengan benar, tidak ada yang benar jika dilakukan dengan salah.
……..


Pagi dengan ornament kabut dan hawa dingin, berbagi waktu dengan sepucuk kehangatan mentari pagi. Akan ada cerita yang sama di pagi-pagi berikutnya. Cerita yang sama dengan cara yang berbeda. Akan sama rasanya, akan seperti itu bentuknya. 



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML