Minggu, 16 Agustus 2015

Kisah Kita Sore Itu

ilustrasi: aisyafra.files.wordpress.com


Jemari cahaya senja meremas kenangan, menggurat hati melalui nada dalam untaian ruang dan waktu. Membius kesadaran, menyandarkan keinginan dalam pelukan harapan, tampak sayu memandang gerombolan kapinis yang terbang berkelompok, mengiringi kepergian senja yang terlukis dalam keindahan sore, lembayung senja terlihat mempesona di atas sana.

Sudah beberapa kali, kami menikmati senja yang merona. Ya, kami, bukan aku sendiri. Dan sekarang, itu adalah bagian yang luar biasa, bagian yang selalu ku nantikan keberadaannya. Dan dia, satu-satunya perempuan yang akhirnya bisa ku ajak untuk menikmati pesona sang senja. 

Akan ku ceritakan kisah yang selalu ku tuliskan dalam bingkai-bingkai dalam rangkaian kata itu, tentang para wanita itu, wanita dan kisah senja yang mempesona, ku beritahu kau tentang itu, mereka dan aku tentang senja itu. Kami bahkan belum pernah menatap senja di tempat yang sama. Ya, belum pernah. Dan dia, adalah satu-satunya perempuan itu. Jika kau tanya siapa orang yang beruntung, tentu itu adalah aku. Bukan dia. Menjadi perempuan pertama yang ku ajak menyaksikan indahnya senja, bukanlah hal yang terlalu istimwa, itu adalah momenku, itu adalah inginku, dan itu adalah bagian dari angan-angan yang mulai terbuka satu persatu.

Biasanya, aku hanya bisa menggurat gambar indah senja melalui kata-kata, melalui deskripsi singkat dari pesan elektronik. Melalui rangkaian kata yang tertuang dalam puluhan paragraph. Dan aku selalu berhasil membuka setiap jarak dalam kenangan yang membentang, dalam indahnya pesona sang hari yang mulai menepi. Kisah itu mungkin akan menjadi titik balik dari rangkaian cerita sebelumnya, apakah ini akan berakhir di satu titik ini, atau akan kembali berlanjut? Aku tidak tahu, tapi jika kau tanya apa inginku. Akan ku beritahu kau itu. Inginku, semoga saja pencarianku akan berhenti pada titik ini, dengannya. Semoga saja, itu rapalan mantra yang terus ku ucapkan di setiap gelap merenggut cahaya di cakrawala. Dan ku harap, Si Pemilik Hati memberikan anggukan untuk setiap rapalan mantra yang ku eja.
…..
Suasana malam ini masih seperti beberapa hari yang lalu, masih cerah dengan hiasan beberapa kemerlip bintang yang tergambar di bentangan malam yang indah, itu sangat indah. Aku tidak mengada-ada, memang begitulah adanya. Malam akan selalu menjadi kisah misterius, seperti ujarku waktu itu, malam akan selalu menjadi rangkaian cerita yang selalu sulit di baca, tapi, gunakan hatimu, maka kau akan tahu maksudnya. Dia bahkan bisa berujar dalam hembusan semilir angin, pelan, perlahan, dan itu menjadi bagian yang harus dimengerti, tak bisa lantas kau langsung paham maksudnya begitu saja.

Beberapa waktu ini memang keadaan mulai menampakkan wujudnya yang sebenarnya, sama seperti yang terjadi di pesisir pantai, ketika kuatnya gelombang menghantam karang, gelombang akan selalu mengantam, tak peduli siang atau malam, setiap detik dalam setiap putaran waktu. Dari hal terkecil hingga masalah prinsipil, masalah itu terus saja mendera. Ku beritahu, bahwa cinta itu tak melulu manis, ada kalanya dia terasa pahit, tak melulu tertawa, terkadang –atau bahkan lebih sering- kita akan merasakan kecewa, tapi memang begitulah iramanya.

Bukanlah kita sudah mengeja kata ikhlas ketika bisa mulai membaca, bukankah kita telah berlatih untuk memahami arti kata rela, ketika kita mulai memutuskan untuk memiliki sesuatu? Dan benar, jika memahami semua itu bukanlah semudah untuk mendapatkannya, prinsip dasar yang ku temukan –di sebuah kompetisi- bahwa merebut atau mendapatkan itu lebih mudah, tetapi mempertahankannya, itu sulit. Sebuah pelajaran yang ku dapatkan baru-baru ini, pelajaran yang sebenarnya sudah ku ketahui dari waktu dulu.

Tapi, itu bukanlah soal. Karena –akan selalu ku coba – untuk memahami itu, mengerti dari setiap garis yang tergurat dalam ketetapan langit, bahwa setiap kesusahan akan selalu ada kemudahan, bahkan kita tak pantas untuk mempertanyakan setiap kejadian yang telah terjadi, terlebih mempertanyakannya kepada Sang Pemilik. Karena, nikmat mana yang kita dustakan. Bukankah tidak terhitung nikmat yang kita dapatkan? Bukankah seharusnya kita menerimanya. Bukankah kita tunduk kepada aturan-Nya. Ya, begitulah seharusnya. Tapi, lagi-lagi kita terlalu tolol untuk memahami itu. Terlalu banyak pertanyaan yang kita ajukan kepada-Nya, tanpa menoleh ke belakang, tanpa mengeja ketetapan yang telah digariskan.


Persoalan itu, percayalah. Akan ada penyelesaian. Tergantung bagiamana kita menyikapi itu. Maka, jabatlah erat setiap masalah, dan jadikan itu sebagai teman bukan lawan, karena ketika kita bisa berdamai dengannya, kita tidak akan pernah merasa ia menekan, justru kita akan semakin tegak berdiri.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML