Senin, 28 April 2014

bijak (opiniku)


memaklumi = bijak?
keyakinan itu muncul begitu saja, mendobrak sisi yang tak terlihat. ketika logika di padukan dengan sedikit perasaan, maka yang terjadi adalah toleransi/kebijakan/memaklumi. tidak ada yang salah, hanya saja terkadang memaklumi sesuatu yang sudah (akan) terjadi seperti implementasi dari sebuah keragu-raguan yang tidak berpendirian (menurutku)

memaklumi tidak bisa dikatakan bijaksana, karena pada hakikatnya bijaksana berbeda dengan memaklumi. bijaksana itu adalah ketika kita bisa mengambil tindakan sesuai dengan apa yang terjadi. menarik satu tarikan garis tegas, tanpa kompromi. ketika salah, maka bijaksana akan mengatakan bahwa itu salah.

memaklumi? maka dia akan sangat mudah memaafkankan kesalahan itu/menganggap yang sudah terjadi itu tidak pernah terjadi. singkat kata dengan memaklumi kita dibutakan oleh intuisi, emosi. berhentilah berharap orang akan segera sadar dengan tindakannya yang salah dan berubah di kemudian hari setelah kita maafkan kesalahannya dengan hanya memaklumi, tanpa punishman. itu hanya akan menjadi bom waktu yang setiap waktu bisa meledak, meluluhlantakkan kepercayaan kita terhadapnya.

tidak bisa di benarkan mengambil tindakan "bijak" dengan memaklumi setiap kejadian yang terjadi.
seperti yang di kutip dari wikipedia yaitu:
   1. selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), arif. tajam pikiran
   2. pandai dan hati-hati (cermat, teliti dsb) apabila menghadapi kesulitan
jadi jika memaklumi dan memberikan toleransi berlebih bukanlah sebuah langkah bijak untuk mendidik seseorang/bawahan.

dan begitulah seharusnya kita bersikap bijak, tidak hanya didasarkan pada emosi. harus dengan pikiran, pengetahuan, analisa dan manfaat.

kesuksesan = proses..
oke, kita bergeser pada topik berikutnya.
terkadang kita terburu-buru ketika menyimpulkan sesuatu, banyak hal yang mendesak kita untuk segera mengambil tindakan. tentu saja kita sudah pernah mengalami situasi seperti itu.

terkadang kita sering mengambil keputusan yang salah, keputusan yang kurang tepat. hingga mengakibatkan serangkaian rentetetan masalah di luar prediksi. dan itu bukanlah sebuah kesalahan fatal, karena itu adalah langkah awal untuk kita berani mengambil tindakan yang di rasa tepat, tentu saja dengan berbagai pertimbangan.

sejuta kesalahan dalam mengambil keputusan akan lebih berharga daripada tidak mengambil keputusan sama sekali.  bahkan untuk menjadi orang yang berhasil tidak bisa di hitung dengan ukuran bebrapa minggu, perlu proses. dan ukuran itulah yang akan berbicara, apakah kita layak untuk di sebut orang sukses.

pernahkah terfikirkan oleh kita utnuk meloncati sebuah proses, ingin segera sukses tanpa harus memulai, tanpa harus bekerja keras? atau ingin mencapai garis finish tanpa melakukan start? hanya keajaiban dari Allah SWT yang mampu membuatnya seperti itu. dan hanya sang pemimpi tanpa realisasi yang akan mencoba mempraktikkan itu. berharap tangan Tuhan menyentuh nasibnya, tanpa harus bersusah payang menggapai semuanya? mustahil.

pemahaman tentang risk taker atau safety player
akhir-akhir ini sering kita dengar tentang "risk taker, safety player, atau problem solver". pernahkah kita benar-benar mencoba untuk memahami dan mengerti tentang apa yang di maksud? pernah suatu ketika saya menganalisis diri sendiri, kesimpulannya sangat mengejutkan. ternyata selama ini saya berfikir sebagai risk taker, tapi kesimpulan yang di dapatkan berkata terbalik, saya adalah seorang safety player! lalu bagaimana mungkin saya akan merasa sebagai problem solver? 

sebuah contoh, ketika kita melakukan kegiatan lebih dari satu kali, di tempat yang sama, dengan standarisasi dan konsekuensi yang tentunya bukan hanya terbayang atau teraba, tetapi sudah terlihat jelas. segera kita membuat mekanisme dan skenario sedemikian rupa, sehingga setiap kejadian yang akan terjadi (sudah) terantisipasi, prediksinya akan sangat tepat, (kegagalan hanya beberaa persen saja, dan kegagalan itu lebih dari sebuah faktor di luar kendali kita.) kenapa? karena kita pernah melakukannya, lebih dari satu kali, di tempat yang sma, konsep yang sama, tujuan yang sama. lalu dimana risk takernya?
maka, berfikirlah, apakah kita benar-benar seorang risk taker? bukan ingin membengkokkan atau mengubus gelora semangat yang membara untuk menjadi berbeda. hanya saja, jangan memahami sesuatu segampang kita ucapkan " I LOVE YOU, GIRL". harus ada analisa yang tepat dan kuat.

......
oke, sekarang kita kembali mengenai "bijak/memaklumi/toleransi". sebenarnya semua itu memang terkadang harus di lakukan. hanya saja, terkadang implementasinya terlalu mudah di bengkokkan dengan emosi dan perasaan "kasihan". dan ketika semua pembenaran itu dulakukan, maka langkah selantunya adalah menunggu bom waktu itu menghancurkan kepercayaan kita menjadi berkeping-keping. lebih tragisnya adalah, kita tidak akan mempercayai siapapun karena terlalu sering orang menyalahgunakan "kebijakan" yang kita buat. maka, jangan salahkan lingkunganmu, jangan salahkan perasaanmu, jangan salahkan logikamu, salahkanlah. kenapa kita tidak mampu menyadari itu dari awal? dan belum terlambat untuk menjadi sadar.

lalu, jadilah orang yang benar-benar bijak.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML