Senin, 28 April 2014

Analisis, Perlukah?


analisis, merupakan hal mutlak yang harus dilakukan dalam mengambil tindakan. kenapa harus melakukan analisis terlebih dahulu? jawabannya tentu sederhana namun menjadi sangat penting dan krusial. keputusan/tindakan yang diambil dengan menggunakan analisis tentu akan mengurangi presentase kegagalan dan kesalahan fatal yang akan mengakibatkan sebuah kehancuran yang belum kita ketahui sebelumnya.

atau secara bahasa analisis berarti adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karanga, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara suatu masalah).

jadi bisa bayangkan, bagimana jika seorang manajer/pemimpin mengambil keputusan tanpa melakukan analisis terlebih dahulu. bisa saja keputusan yang diambil akan merugikan perusahaan/organisasi atau dirinya sendiri.

begitu juga jika di implementasikan ke kehidupan kita sehari-hari. analisis sangat di perlukan, berpikiran tajam dan kritis mutlak harus dimiliki oleh kita. kenapa? karena kita tentu tidak ingin menjadi konyol dan tampak bodoh dengan melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang. berbuat salah itu memang di butuhkan, namun kasusnya haruslah berbeda, tidak bisa selalu melakukan kesalahan yang sama secara berulang-ulang, terlebih sebelumnya tanpa melakukan analisis.

permasalahan akan selalu datang, tanpa mengenal waktu. masalah tidak akan pernah lelah untuk sekedar menjenguk kita. dan seharusnya begitu juga kita bersikap, tidak akan pernah lelah menghadapi masalah. karena dengan masalah kita akan terus bergerak, manusia cenderung akan bergerak ketika di hadapkan pada sebuah masalah.

contoh, bangun pagi mungkin menjadi rutinitas yang ingin di hindari oleh sebagian orang. oleh karena itu Tuhan akan memberi masalah kepada kita, entah itu rasa lapar, entah itu ingin buang air atau segala rentetan masalah lainnya, dan pada saat itulah kita akan bergerak. bergerak untuk segera menguraikan masalah tersebut.

bagaimana kita harus menganalisis permasalahan?
pada dasarnya langkah awal yang akan dilakukan adalah menelan semua data informasi yang di peroleh, dari berbagai sumber. membaca, adalah langkah awal ketika memperoleh semua data tersebut, lalu mulai mempelajarinya. setelah dilakukan, maka klasifikasikan data berdasarkan kebutuhan, mulai untuk memeriksa keabsahan data tersebut, mulai menganalisis sebuah persolan, dan kemudian permasalahan itu akan segera di pecahkan dengan berbagai kesimpulan dan jalan keluar.

mudah sebenarnya, namun menjadi rumit dan sulit di lakukan jika kita tidak mempunyai keinginan untuk menjalankan fase dari setiap prosesnya. seperti menjalani hidup ini. setiap fase akan di lalui, fragmen-fragmen kehidupan kita di masa depan tidak berada di satu tempat, maka kita harus terus bergerak untuk mendapatkan fragmen-fragmen itu, menjadikannya untuh dan seimbang.

persoalan cinta, perasaan, ekonomi, sosial, lingkungan. merupakan paket yang harus kita dapatkan untuk dapat meenyeimbangkan setiap bagian di akhir cerita hidup kita.

terkadang keputusan yang di dasari hanya dengan menggunakan emosi hanya akan menambah panjang setiap rentetan masalah yang akan di pecahkan. akal, ilmu pengetahuan dan pengalaman akan sangat di butuhkan. tidak perduli seberapa lelah kita, tidak pernah perduli seberapa kuat kita masalah tidak akan pernah berhenti untuk selalu menjumpai.

jadi, ketika perasaan yang di dasari sebuah pengetahuan dan pengalaman akan menjadikannya lebih bermakna, akan menjadi lebih hidup. dengan analisis semuanya akan menjadi seimbang.


Read More




bijak (opiniku)


memaklumi = bijak?
keyakinan itu muncul begitu saja, mendobrak sisi yang tak terlihat. ketika logika di padukan dengan sedikit perasaan, maka yang terjadi adalah toleransi/kebijakan/memaklumi. tidak ada yang salah, hanya saja terkadang memaklumi sesuatu yang sudah (akan) terjadi seperti implementasi dari sebuah keragu-raguan yang tidak berpendirian (menurutku)

memaklumi tidak bisa dikatakan bijaksana, karena pada hakikatnya bijaksana berbeda dengan memaklumi. bijaksana itu adalah ketika kita bisa mengambil tindakan sesuai dengan apa yang terjadi. menarik satu tarikan garis tegas, tanpa kompromi. ketika salah, maka bijaksana akan mengatakan bahwa itu salah.

memaklumi? maka dia akan sangat mudah memaafkankan kesalahan itu/menganggap yang sudah terjadi itu tidak pernah terjadi. singkat kata dengan memaklumi kita dibutakan oleh intuisi, emosi. berhentilah berharap orang akan segera sadar dengan tindakannya yang salah dan berubah di kemudian hari setelah kita maafkan kesalahannya dengan hanya memaklumi, tanpa punishman. itu hanya akan menjadi bom waktu yang setiap waktu bisa meledak, meluluhlantakkan kepercayaan kita terhadapnya.

tidak bisa di benarkan mengambil tindakan "bijak" dengan memaklumi setiap kejadian yang terjadi.
seperti yang di kutip dari wikipedia yaitu:
   1. selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), arif. tajam pikiran
   2. pandai dan hati-hati (cermat, teliti dsb) apabila menghadapi kesulitan
jadi jika memaklumi dan memberikan toleransi berlebih bukanlah sebuah langkah bijak untuk mendidik seseorang/bawahan.

dan begitulah seharusnya kita bersikap bijak, tidak hanya didasarkan pada emosi. harus dengan pikiran, pengetahuan, analisa dan manfaat.

kesuksesan = proses..
oke, kita bergeser pada topik berikutnya.
terkadang kita terburu-buru ketika menyimpulkan sesuatu, banyak hal yang mendesak kita untuk segera mengambil tindakan. tentu saja kita sudah pernah mengalami situasi seperti itu.

terkadang kita sering mengambil keputusan yang salah, keputusan yang kurang tepat. hingga mengakibatkan serangkaian rentetetan masalah di luar prediksi. dan itu bukanlah sebuah kesalahan fatal, karena itu adalah langkah awal untuk kita berani mengambil tindakan yang di rasa tepat, tentu saja dengan berbagai pertimbangan.

sejuta kesalahan dalam mengambil keputusan akan lebih berharga daripada tidak mengambil keputusan sama sekali.  bahkan untuk menjadi orang yang berhasil tidak bisa di hitung dengan ukuran bebrapa minggu, perlu proses. dan ukuran itulah yang akan berbicara, apakah kita layak untuk di sebut orang sukses.

pernahkah terfikirkan oleh kita utnuk meloncati sebuah proses, ingin segera sukses tanpa harus memulai, tanpa harus bekerja keras? atau ingin mencapai garis finish tanpa melakukan start? hanya keajaiban dari Allah SWT yang mampu membuatnya seperti itu. dan hanya sang pemimpi tanpa realisasi yang akan mencoba mempraktikkan itu. berharap tangan Tuhan menyentuh nasibnya, tanpa harus bersusah payang menggapai semuanya? mustahil.

pemahaman tentang risk taker atau safety player
akhir-akhir ini sering kita dengar tentang "risk taker, safety player, atau problem solver". pernahkah kita benar-benar mencoba untuk memahami dan mengerti tentang apa yang di maksud? pernah suatu ketika saya menganalisis diri sendiri, kesimpulannya sangat mengejutkan. ternyata selama ini saya berfikir sebagai risk taker, tapi kesimpulan yang di dapatkan berkata terbalik, saya adalah seorang safety player! lalu bagaimana mungkin saya akan merasa sebagai problem solver? 

sebuah contoh, ketika kita melakukan kegiatan lebih dari satu kali, di tempat yang sama, dengan standarisasi dan konsekuensi yang tentunya bukan hanya terbayang atau teraba, tetapi sudah terlihat jelas. segera kita membuat mekanisme dan skenario sedemikian rupa, sehingga setiap kejadian yang akan terjadi (sudah) terantisipasi, prediksinya akan sangat tepat, (kegagalan hanya beberaa persen saja, dan kegagalan itu lebih dari sebuah faktor di luar kendali kita.) kenapa? karena kita pernah melakukannya, lebih dari satu kali, di tempat yang sma, konsep yang sama, tujuan yang sama. lalu dimana risk takernya?
maka, berfikirlah, apakah kita benar-benar seorang risk taker? bukan ingin membengkokkan atau mengubus gelora semangat yang membara untuk menjadi berbeda. hanya saja, jangan memahami sesuatu segampang kita ucapkan " I LOVE YOU, GIRL". harus ada analisa yang tepat dan kuat.

......
oke, sekarang kita kembali mengenai "bijak/memaklumi/toleransi". sebenarnya semua itu memang terkadang harus di lakukan. hanya saja, terkadang implementasinya terlalu mudah di bengkokkan dengan emosi dan perasaan "kasihan". dan ketika semua pembenaran itu dulakukan, maka langkah selantunya adalah menunggu bom waktu itu menghancurkan kepercayaan kita menjadi berkeping-keping. lebih tragisnya adalah, kita tidak akan mempercayai siapapun karena terlalu sering orang menyalahgunakan "kebijakan" yang kita buat. maka, jangan salahkan lingkunganmu, jangan salahkan perasaanmu, jangan salahkan logikamu, salahkanlah. kenapa kita tidak mampu menyadari itu dari awal? dan belum terlambat untuk menjadi sadar.

lalu, jadilah orang yang benar-benar bijak.
Read More




Sabtu, 26 April 2014

Seni


Begitu banyak definisi tentang seni. begitu banyak orang mengartikan dan mendeskripsikan seni. mengolahnya dengan sentuhan-sentuhan lembut nurani, dipadukan denganketajaman naluri, lalu menjadikannya seimbang, selaras dengan hati dan pikiran.

Perpaduan yang harmonis, perpaduan yang sangat romantis. Sentuhan dari sebuah ketekunan akan mahakarya menjadikan seni sebagai keindahan dengan berbagai ekspresi.

Imajinasi tanpa batas seorang pelukis mampu menghasilkan sebuah mahakarya nan eksotik, sentuhan jemari yang menari menggoreskan cat pada selembar kanvas kosong, menjadikannya penuh warna dan makna. Tanpa batas, sentuhan jemari pelukis mampu menghidupkan gambar yang tidak bernyawa. gambar-gambar itu seolah berkata, berbicara, bersenandung, meskipun secara harfiah lukisan itu tetap hanyalah sebuah benda yang tak mampu berbicara.
Seni adalah sebuah keindahan, seni  adalah sebuah mahakarya. dan begitulah Allah SWT menciptakan alam semesta. Begitu menakjubkan. Semuanya tidak terjadi begitu saja. Semuanya di desain sedemikian rupa, membentuk sebuah pola, sebuah keseimbangan yang tidak mungkin bisa di ciptakan oleh sebuah ledakan atau sentuhan tangan manusia.

Lihatlah, betapa mempesonanya barisan pegunungan yang berjejer diantara hijaunya alam. Indahnya matahari terbit yang menerobos seperti pilar-pilar yang menembus putihnya awan di cakrawala. Indahnya matahari yang beranjak meninggalkan bumi, memancarkan warna jingga pada pesona senja di pantai. dan itu semua tidaklah terjadi begitu saja, Allah menyentuh bumi dengan kasih sayang, dengan keindahan, dengan seni dan mahakarya yang sangat luar biasa. Dan salah satu mahakarya yang paling sempurna adalah kita, manusia.

Tubuh manusia di desain begitu sempurna, bagaimana mulut bisa segera beradaptasi dengan makanan/minuman yang terlalu panas atau terlalu dingin. Bagaimana kita bisa bernafas tanpa harus berfikir, bagaimana otak mampu mengkoordinasikan setiap gerakan yang akan di lakukan. dan masih banyak lagi keajaiban yang tidak bisa di ciptakan oleh manusia itu sendiri.

Alam semsta. Adalah seni, kehidupan adalah seni. Setiap detak jantung dan waktu yang berputar merupakan seni yang sangat nyata. 

Begitu juga dengan goresan tinta dari tangan yang merangkai ribuan kata menjadi sebuah sajak sarat akan makna, bersenandung dengan tulisan, merubah pemikiran dengan tulisan, mengajak pembaca masuk ke dalam alur yang di buatnya, lalu yang paling ekstrim adalah, keajaiban sebuah tulisan mampu merubah pola pikir dan tindakan. mengaplikasikannya pada dunia nyata, yang semula hanya sebuah fiksi.

Fiksi, hanya fiksi. hidup seperti alur cerita fiksi. Romansa cinta, kegetiran hidup, semangat membara, impian yang melambung jauh, menembus batas, tangis bahagia, tangis kecewa di dalamnya terdapat makna, makna akan sebuah pencapaian.

.....

Impian itu seolah kandas, tak berbekas. Hilang begitu saja, tanpa jejak. Melanjutkan hidup tanpa mimpi, sama saja dengan zombi (mayat hidup). tanpa jiwa, hidup tanpa rasa, hidup tanpa tujuan, tak ada tanya yang akan terjawab, tak akan ada cerita yang bermakna, semuanya hanya menjadi formalitas belaka.

Langkah ini sempat terhenti di sebuah titik, sempat enggan berjalan tanpa alasan yang masuk akal. Hidup datar tanpa tantangan, dan itulah tantangan yang sebenarnya, merubah jalan hidup yang datar menjadi berpola, akan ada jalan berliku, mendaki, turun terjal, terjerembab, terjungkal, terinjak-injak, menangis sendu, tertawa bahagia, tertawa penuh kepalsuan, dan itulah warna yang kita goreskan di lembar-lembar kehidupan ini.

....

Dan begitulah seni berbicara, melalui keindahan yang nyata. begitulah seni menyentuh penuh romansa cinta, begitulah seni bertindak, luwes, dinamis..
Read More




Rabu, 15 Januari 2014

(Menurutku) Aku tidak egois



Tak pernah terfikirkan olehku untuk menjadi seperti ini. Awalnya, ku lihat hidup ini begitu sederhana, tanpa perlu memikirkan orang lain, hidup adalah bagaimana menjalaninya dengan sangat gembira. Tapi, entah kenapa, akhir-akhir ini aku tak bisa seperti itu. Aku tak bisa memikirkan hidupku sendiri, terlalu egois jika ku paksakan untuk tetap menjadi seperti yang ku inginkan. Tentu saja bisa ku maklumi jika kalian menghakimiku dengan berbagai presepsi. Namun, ketahuilah. Aku hidup tidak seorang diri, meski aku belum beristri, masih ada orang tua dan keluargaku yang tak bisa ku tinggalkan begitu saja, mencari ketenangan seorang diri, menjalani hidup sesederhana pikiran dan imajinasiku. Tanpa ku perjelas mungkin kalian sudah paham bukan? Ya, begitulah kondisinya.
Lalu, ku tatap mereka. Yang mentertawakanku mengenai mimpi-mimpiku, khayalan tentang negeri seberang. Sebagian dari mereka mengatakan, aku terlalu terobsesi dengan berbagai buku yang ku baca, otakku teracuni oleh khayalan-khayalan para novelis dan jurnalis. Mereka mentertawakanku, meski tak ku lihat ada raut tawa di wajah-wajahnya, namun dari kata-kata dan intonasinya, jelas dalam hati mereka menertawakan dan berdoa agar aku sadar dengan kehidupan yang nyata. Bukan maksudku untuk berburuk sangka kepada mereka tentunya.
Perjalananku diawali dengan meninggalkan kampung, mencoba melangkahkan kaki. Belum tahu tujuan pasti, belum tahu apakah masih bisa kembali. Hanya saja, aku masih yakin, di tempat baru nanti, akan segera ku temukan tujuan dari semua ini.
Lima tahun sudah terlewati, meski agak telat, namun bisa ku selesaikan studi. Menjadi sarjana, ya menjadi seorang sarjana tanpa kemampuan dan keahlian. Aku hanya punya keberanian untuk tetap berjuang, sedangkan ilmu yang ku pelajari selama ini, seolah menguap, lalu lenyap. Hanya sedikit yang bisa ku serap. Tak banyak yang ku dapat. Tapi, setidaknya aku masih memiliki keberanian untuk tetap melanjutkan mewujudkan impian yang tak di miliki oleh orang-orang di “kampungku”.
Tentu masih bisa ku banggakan kepada mereka tentang usahaku untuk meraih semua cita, cinta, asa, harapan dan impian ini, meski ku tahu, uang di saku orang kampungku dan seusiaku tentu lebih tebal dibandingkan denganku, mereka, para petani yang sukses, sedangkan aku, sarjana yang masih bergelut dengan kerasnya hidup. Tentu tak ada apa-apanya jika perbandingannya adalah materi. Meski ku katakana ribuan kali, bahwa kesuksesan tidak harus di ukur dengan gelimang harta dan wanita. Namun, apalah perduli mereka, mereka tidak akan pernah mengerti.

Bukan maksudku untuk menghakimi mereka dengan tulisan ini, bukan pula maksudku untuk membela diri, bersembunyi dengan tulisan, mengaburkan kenyataan. Tapi, ini tak lebih dari sebuah ungkapan dari pemikiran yang ingin keluar begitu saja, tak ingin berlama-lama aku menyimpannya, karena hal-hal baru tentu akan segera menyapaku, hal baru yang lebih menantang, hal baru yang tidak akan membuatku menjadi egois, dan hal baru yang sederhana. Karena hidup adalah bagaimana menjalaninya dengan sangat gembira, dengan cara mensyukuri pemberian Illahi Rabbi, Allah Azza Wa Jalla…
Read More




Jumat, 27 Desember 2013

Mengertilah (Untuk saat ini)



Lalu, jangan pernah tangisi senja yang tak menyapamu
Jangan pernah berharap keindahannya selalu sama pada waktu yang berbeda
Dikemudian hari, apa yang kau awali akan menjadi langkah penentu tentang langkah selanjutnya
Jika kau menanam mawar, maka semerbak wanginya kan kau cium setiap pagi
Tapi, jika kau selalu tiupkan angin pada api yang membara, maka ia kan terus berkobar
tanpa arah, dan akan terus menjalar.

Jangan menjadi acuh, jika kau tak siap diacuhkan
Jangan terlalu banyak meminta maaf, sebab sakralnya akan segera hilang jika terlalu sering digunakan, terlebih jika diartikan sebagai penambah manis rasa gula
Maka, jangan paksa aku untuk mengacuhkanmu, sayangku..

Tak banyak harapku kini, dan aku tak akan meminta lebih
Dan jika kau berikan setitik nila diantara beningnya rasa cinta
Tak kan kutabur benih di dalamnya

Tak usah risau aku akan meninggalkanmu, karena tak akan kulakukan itu
Terlebih aku terlalu sayang padamu, sayangku

Jika ingin melangkah lebih dulu, maka melangkahlah. kan ku lihat kau dari kejauhan, hingga tak tampak ujung punggungmu
Dan meskipun kau tak menoleh ke arahku diantara perjalananmu
Akan selalu ku tuliskan cerita tentangmu, meski tak seindah romansa dari negeri ini

Lalu, ketika kau menyadari tentang keberadaanku di relung hatimu, berdoalah sayang, semoga aku masih Tetap menyimpan cerita indah dan tempat teraman di relung hati yang terdalam, tentangmu..
Mengertilah, karena semua ini sangat sederhana. hanya untuk mengerti saja, tidak lebih (untuk saat ini) sayangku..

Read More




Aku dan Sebuah Cerita Kemarin..


Dengan topik yang berbeda, perjalanan menuju fase berikutnya. Tentang perasaan dan kata-kata mutiara, mengenai sebuah angan, harapan, impian, perjalanan ini akan selalu di warnai oleh berbagai kejadian.

Terjatuh bukan berarti rubuh, tertawa bukan berarti bahagia, menangis bukan berarti teriris, dan kegetiran dalam hidup bukanlah akhir dari segalanya.

Penyesalan mutlak akan selalu dirasakan, kekecewaan akan selalu timbul ketika hari berganti, dan perjuangan akan selalu ada untuk kembali berpacu dengan waktu.

Tentu masih (ku) ingat jelas, bagaimana sang rasa kembali menyapa diantara relung jiwa. mengajak untuk sekedar berjabat tangan, atau sekedar menyapa lalu pergi begitu saja. 

Namun, bukankah itu adalah sebuah anugerah terindah yang diberikan sang pencipta kepada umatnya, lalu kenapa kini setelah kita sempat merasakan indahnya sebuah cerita tentang rasa, seolah dunia berhenti berputar pada porosnya. 

Seolah tak ada kebaikan yang diberikan sang rasa yang sempat membuat kita bisa bernafas lega, tertawa bahagia, merasakan gairah untuk selalu melangkah?

bukankah itu sebuah anugerah? lalu kenapa seolah-olah itu adalah cambukan terkeras yang kita dapatkan ketika kita menghakimi bahwa sang rasa telah mengkhianati hati yang sudah kita rias dengan sangat indah.

Lalu, kenapa lagu yang menyayat hati ini seolah mendikte kita untuk tetap terjerembab diantara lembah-lembah yang dalam, lembab, tanpa ada hangat sinar mentari diantaranya.

Merelakan sesuatu mungkin akan terasa sangat berat, tentu akan sangat mudah bila di ucapkan. terlebih jika kita ingat, bagaimana kita harus "tidak" menjadi diri sendiri.

Tapi, bukankah itu sebuah upaya, sebuah usaha yang tentu tak akan menjadi sia-sia? akan selalu ada makna dibalik peristiwa. Dan hanya kita dan sang pencipta yang mengetahui semua rahasia itu.

...
hujan baru saja berhenti, udara menjadi sangat dingin. keadaan begitu sunyi, mungkin sebagian orang kini telah terlelap dengan belaian indah sang mimpi. hangat dengan selimut tebal.

Aku, masih terpaku dengan semuanya, mencoba untuk mencerna dari perselisihan hati, mengenai arti mencintai yang hakiki. 

Terpekur, sujud diantara dinginnya dinding-dinding yang menghimpit, merapal seribu kalimat menghadap sang penguasa jagat.
....

Malam-malam ini tanpa purnama, tanpa bintang gemintang, hanya gelap dan hawa dingin.

Tembok "keegoisanku" harus di rubuhkan, sekarang adalah waktunya menatap mentari baru yang hangat, meski hanya sekejap.

Menikmati indahnya senja diantara batas kota, meski ia kan berlalu, berganti dengan gelap. menyaksikan rembuan bercumbu dengan kabut tipis.

Fainnama'al'usri yusro... Innama'al 'usri yusro...

Sesungguhnya bersama dengan kesulitan, ada kemudahan... bersama dengan kesulitan, ada kemudahan..
(Al-Isyirah : 6-7)
....
-selesai-

....
Pada kisah yang berbeda, sang pujangga tak selalu bisa meramu kata-kata indah. memberikan kisah romantis kepada sang pujaan. ada kalanya keheningan menyapa diantara gemerlap lampu kota. ada kalanya hangat mentari pagi tertutup oleh mendung.

Menjadi apatis karena paksaan, dan jika memang itu yang diharuskan, maka tak ada salahnya sebagian orang akan merasakan bagaimana sang senja menjadi tak perduli dengan indah pesonanya, ia hanya akan menyisakan bayangan kelabu, hanya fatamorgana bias senja, ia akan menjabat tangan sang mendung, bercumbu dengannya, lalu harapan sang terkasih mengenai indahnya senja tak akan tampak di pelupuk matanya, merasakan hangatnya pun akan menjadi sangat mustahil, karena kini senja telah memeluk mendung.

Dan jangan paksa aku untuk menjauh darimu, karena suatu saat, ketika kau benar-benar merindukan senja, ia tak lagi ada untukmu. maka, janganlah bersedih karena apa yang kau lakukan...

"...karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya."

(An-Nissa : 19)
....

*hanya fiktif, tentu tak sebenarnya benar. untukmu kawanku, sahabatku, saudaraku, adikku, dan untukmu sayangku..
Read More




Rabu, 11 Desember 2013

Tepat setahun yang lalu, tepat hari ini (selamat ulang tahun bunda)..

Kebersamaan itu terbayang dan terkenang semanis rasa madu, sebening mata air yang baru muncul ke permukaan diantara lembahan yang dingin, seindah matahari yang pertama terbit ketika dilihat dari atas ketinggian, seindah panorama cantik diantara gugusan pulau di nusantara.
Kini, tepat setelah satu tahun itu, semua cerita tentang masa lalu masih teringat jelas diantara bayangan masa depan. Kini, memang jarak dan waktu begitu terbentang memisahkan masing-masing diantara kita. Meski tak terasa lagi genggaman tangan dan suara gelak tawa itu, namun kata hati tentu lebih jelas terdengar dibandingkan dengan dendang dan tarian diantara pesta dan kemeriahan kota ini.
Genangan sisa hujan masih membekas, menyisakan rasa dingin diantara kemerlip lampu jalanan. Hanya sesekali tampak kendaraan melintas.
Masih teringatkah kawan betapa spesialnya hari ini untuk semua kisah yang tertulis diantara kisah yang kita rajut menjadi jembatan kenangan? Masih ingatkah kawan betapa senyum dan nasehatnya begitu menenagkan. Tentu masih terasa hangat ingatan itu.
Tentu merasa rindu untuk mengulang kembali memori masa lalu, tentu merasa ingin untuk kembali bersama seperti dulu.
Meskipun waktu dan jarak begitu membentang diantara kita, tak ku ragukan senandung doa untuknya masih terus terdengar diantara lima waktu dalam kesibukan kita. Begitu juga aku yakin dia melakukan hal yang sama terhadap kita.
Lalu, apa yang akan kita berikan untuk membalas semua yang dilakukan terhadap kita? Sebanyak apapun materi yang di berikan tentu tak akan mampu menggantikannya.
Hanya lantunan doa-doa dalam setiap lima waktu kita ketika menghadap sang mahakuasa menjadi hal teristimewa untuk diberikan kepadanya. Dan hanya  itu yang bisa di berikan untuknya. Ingin rasanya kita kembali berada disini, kembali mengulang waktu satu tahun yang lalu. Hanya memberikan sepotong kue (itupun untuk kita) dan ucapan serta doa untuk mengenang hari lahirnya.
Dan hanya itu yang kami punya, bukan emas atau berlian. Namun lantunan nada dalam iringan doa, semoga senantiasa kau berada dalam dekapan-Nya, selalu mendapat rahmat dan kesehatan jasmani serta rohani, bisa kembali beraktifitas seperti sediakala, selalu bisa tertawa ketika gundah melanda, selalu menucap syukur ketika merasakan sakit, dan senantiasa bisa menjadi orang tua yang teladan, menjadi bunda yang akan selalu di rindukan anak-anaknya yang nakal.
Lalu, harapanku, harapan kami, harapan kita semua. Suatu saat kita bisa berkumpul, menceritakan berbagai mimpi yang sudah tergapai, berada dalam satu lingkaran hangat, lalu kembali merecanakan masa depan, mendengarkan nasehatmu yang begitu menenangkan. Melihatmu bisa tertawa bahagia adalah harapanku, kami, kita semua.
Hanya itu bunda, hanya itu yang bisa kami berikan untukmu. Bundaku, bunda kita..
Selamat ulang tahun bunda, kami sayang bunda..

Read More




Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML