Jumat, 20 September 2013

Pagi dengan ornamen kabut dan hawa sejuk, dengan segelas teh



Hari ini, seperti biasa. Aku baru terjaga setelah lewat pukul delapan. Padahal telah ku set alarm pada pukul 05.15wib, ku pasang juga ke kabel sound system. Biar suaranya agak bergetar, entah kenapa ia berlalu begitu saja. memang, sebelum tidur sempat ku lirik jam di arlojiku, waktu menunjukkan pukul 03.12 wib. Bukan alasan tentunya untukku tidak bisa bangun sepagi yang di harapkan, temat ini praktis mendukungku untuk tetap terlelap, kamar yang gelap, udara dingin yang siap menusuk-nusuk ketika subuh menjelang, dan cahaya matahari yang tak menembus dinding kontras membuatku terlena.

Penyesalan itu muncul ketika aku baru tersadar dan melihat arloji, lalu bergegas mengintip kearah luar. Matahari sudah meninggi, dan lewatlah moment secangkir teh di pagi yang sejuk, padahal semalaman hujan turun begitu lama, dan ku perkirakan pagi ini akan tampak indah dengan hiasan kabut tipis hasil dari uap sisa hujan semalam, dan segelas teh manis dan lagu sendu tentu akan mampu membangun suasana yang begitu indah, namun apa daya, semuanya terlewatkan begitu saja.

Kicauan burung yang tersekat diantara sangkar-sangkar indah itu masih setia menemani hari-hariku, entah mereka berkicau karena gembira atau berkicau karena merana, karena dapat dipastikan sisa hidupnya akan tetap berada di salam sangkar itu. Lagi-lagi tak bisa kupastikan apa yang mereka rasakan, karena kicauannya terlalu indah dan merdu. Untuk kesekian kalinya aku hanya bisa menikmati parade sisa mentari pagi yang kian meninggi.

Sementara itu, tak lama berselang suara-suara khotbah dari corong-corong pengeras suara di tiap mushola dan masjid itu terdengar saling bersahutan, setelah terdengar suara adzan yang berantai seperti tak pernah putus, saling menyapa dan memanggil manusia untuk sekedar mengingat-Nya, melaksanakan kewajiban, shalat jumat.

Diluar tampak remang, cahaya mentari tak terasa begitu terik, karena mendung menggulung diantara cakrawala. Dan semakin lama, berbondong-bondong para lelaki mulai memasuki masjid itu, dengan baju koko dan sarung serta peci melingkar diatas kepala, tak lupa sajadah yang tersangkut di bahu. Wajah-wajah segar dan semangat itu tampak antusias melakasanakan kewajibannya.

Ibadah itu berjalan khidmat, selesai setelah imam mengucapkan salam, satu persatu jamaah mulai melangkah keluar masjid, sementara sebagian ada yang melanjutkan dzikir dan shalat sunnah. Sementara itu, langit masih saja tampak temaram, rintik hujan mulai turun perlahan.

Hujan semakin deras mengguyur bumi, aku menikmati semua itu bersama sang pesona yang datang sedari pagi, bahkan ketika aku mulai terlelap lagi, ia mulai berceloteh ria sembari bertutur kata manja. ahh,, begitu rindu aku akan suasana seperti ini. Hanya saja, mungkin terasa berbeda. Karena waktu berjalan maju, mengubah semua pola dan memerjelas sketsa. Menjadi guratan-guratan kasar yang mulai terlihar diantara dua mata. Begitu lelahkah aku? Tentu saja terlalu singkat jika ku simpulkan seperti itu, masih kan ada banyak rasa lelah dan gelisah yang akan menghadang langkahku, yang bisa dilakukan hanya tetap melangkah, dan berusaha, sembari berdoa.

Pagi dengan ornament kabut dan hawa sejuk akan selalu ku nanti dengan hidangan segelas teh hangat, untuk cerita di pagi-pagi yang akan datang.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML