Rabu, 07 Mei 2014

Angin berhembus, pelan bercabang



Angin berhembus, pelan bercabang. Menyelinap diantara lintasan yang membentang. Lagu itu, untuk kesekian kali terdengar merdu. Kesekian kalinya lagu itu di nyanyikan oleh sentuhan lirih angin yang bercabang.

Dedaunan, satu persatu jatuh ke tanah yang basah. Dedaunan yang berwarna kering, tak kuasa bertahan diantara cabang dahan, bahkan selembut apapun angin membelainya ia akan jatuh perlahan, hanya menunggu waktu. Melayang-layang sebelum terhempas bebas menghantam tanah basah. Dedaunan itu gugur, tanpa ada yang bisa menahannya .

Angin berhembus pelan, menerbangkan debu-debu halus yang tertahan di tanah. Sesaat ia melayang, sesaat ia berpindah tempat, sebelum hujan membasahinya, sebelum ia mengendap lebih lama lagi, menjadi lumpur di dasar air. Bahkan debu yang menjadi lumpur itu tidak bisa menyalahkan air yang sudah menenggelamkannya begitu lama.

Kapan waktunya keberanian mendatangi kita, mengatakan semua kebenaran yang tidak seharusnya di pudarkan oleh lentik jemari nan mempesona, keindahan selintas mata memandang.

Tak terasa kegelapan malam jatuh, menuju dini hari yang dingin. Hanya sedikit cahaya diantara pekatnya cakrawala, rembulan? Tak tampak menghiasi bentangan malam yang panjang. Hanya lirih, berbalut hembusan angin yang bercabang. Tenang.

Menyalahkan situasi/seseorang/kondisi ketika terjatuh bukanlah sebuah penyelesaian. Hanya akan menimbulkan kegundahan diantara derita yang melanda. Bukan pula mencari perlindungan berlandaskan belas kasihan, karena pada dasarnya kita tidak ingin di kasihani, namun tentu mulut berbeda dengan hati yang berkata lirih. Kasihanilah dirimu yang ingin dikasihani.

Terkadang malam menjadi begitu terang, terkadang terasa terik, terkadang begitu syahdu, terkadang terasa pilu. Begitulah malam mengartikan dirinya.

Dedaunan yang berwarna hijau menyejukkan itu pada akhirnya akan mengering juga, satu persatu berguguran, terhempas di tanah yang basah. Pilar-pilar bebatuan cadas itu pada akhirnya akan menjadi butiran-butiran debu halus, yang akan terbang sesaat sebelum mengendap di dasar air, entah apakah ia akan kembali menjadi batu cadas nan perkasa.


Semuanya terjadi karena hembusan angin, pelan bercabang. Namun tak satupun diantara dedaunan dan batu itu menyalahkan sang angin yang bercabang.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML