Rabu, 07 Mei 2014

Berjalan itu hanya melangkah, tak perlu tegap, tak perlu cepat.





Pernah suatu ketika, waktu itu senja begitu berbeda meskipun tampak sama. Namun entah kenapa senja itu tidak setenang biasanya, ada rona kecewa yang terlihat dari cahaya jingganya, ada setitik nila diantara pesonanya. Tak sadar ketika petang hendak menikam, ia masih berada diantara rasa kecewa yang membungkam.

Lalu kegelapan benar-benar menghunus ribuah tusukan tajam tepat ke jantungnya, tanpa bisa mengelak ia terjebak. Tanpa bisa merasa, ia binasa. Seketika.

Isak tangis rembulan mengiringi kepergian cahaya senja, digantingan dengan lentera rembulan yang menenangkan. Namun rembulan tentu berbeda dengan senja. Rembulan, begitu menenangkan bukan, seperti yang kita lihat seperti sebelumnya, terlebih ketika purnama tiba, satu lingkaran penuh menghiasi angkasa yang gulita. namun tak bisa terelakkan meskipun cahayanya terkadang menenangkan sepanjang malam, ada hawa dingin yang tersirat, terkadang tanpa isyarat. Terkadang senandungnya begitu menyayat.

Ketenangan malam benar-benar mengaburkan tentang semua senandung purnama yang menyayat, bahkan ketenangan malam mampu mengantarkan jutaan mantera kepada yang penguasa alam raya, berupa lirik-lirik simphoni lantunan doa.

Bagaimana dengan senja? Meskipun singkat tapi cahayanya selalu menghangatkan, walau pada kenyataannya terkadang mata menjadi sangat silau jika langsung memandangnya dan beberapa detik kemudian pandangan menjadi hitam berbayang.

Siapa yang menyangkal hangat pelukannya? Siapa yang tidak menyukainya? Terlebih jika ia terlihat setengah melingkar diantara bentangan samudera dengan balutan warna biru yang menyentuh qalbu. Bukankah menjadi bertambah ke-eksotis-annya?

Keindahan di ciptakan memang untuk dirasakan, untuk selalu di syukuri keberadaannya. Mengenai rasa? Usah berkeluh kesah karenanya, sebuah rasa juga merupakan keindahan yang diciptakan sang penguasa jagat raya ini untuk menyentuh hati kita. Sekeras apapun hati seseorang, maka ia akan luluh dan bertekuk lutut di hadapan sebuah rasa.

Berjalan itu hanya melangkah, tak perlu tegap, tak perlu cepat. Karena cepat atau lambat itu hanya masalah waktu, intinya semuanya akan bergeser (bukan berarti tanpa tujuan). Berpindah dari satu titik ke titik berikutnya.

Dan itulah yang harus dilakukan (semua orang). Melangkah menggunakan lengan pun bisa di lakukan, karena papun alasnya, kita masih tetap berjalan di bumi ini. Tidak perlu menjadi istimewa untuk melakukan semuanya, menjadi biasapun bisa saja. Tidak perlu elegan, hanya butuh kesederhanaan yang dilandasi dengan kesabaran dan keteguhan hati, bahwa itu bisa terlewati. Bergerak itu hanya beranjak, tak perlu bimbang terlebih ragu.

Melampaui langkah sebelumnya? Harus seperti itu? Tentu saja (pendapatku). Hanya dengan hal itu sebuah pencapaian atau pencarian sebuah esensi (tentang apapun) akan di dapatkan. Dan setelah melampaui/melaluinya esensi itu akan di dapatkan.



Subscribe to Our Blog Updates!




Share this article!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Return to top of page
Powered By Blogger | Design by Genesis Awesome | Blogger Template by Lord HTML